Hasto: PDI Perjuangan Menang di 6 Provinsi dan 91 Kabupaten/Kota

Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto/pdiperjuangan.id

Koran Sulindo – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan memenangi pemilihan kepala daerah di 6 provinsi dan 91 kabupaten/kota. Pilkada serentak 2018 kemarin berlangsung di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.

Jumlah kader partai yang menjadi kepala dan wakil kepala daerah menjadi 345 orang, naik dari 214 orang tahun sebelumnya.

“Ke-6 provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Dari 6 provinsi tersebut, 4 kader partai menjadi gubernur serta 3 kader partai menjadi wakil gubernur,” kata Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Menurut Hasto, dalam Pilkada kali ini untuk pertama kalinya kader PDIP I Wayan Koster, yang sebelumnya anggota DPR selama 3 periode, memenangi pemilihan gubernur Bali.

Berdasarkan hasil hitung cepat dari lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pasangan I Wayan Koster dan Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati meraih suara 58,25 persen, mengalahkan pasangan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Ketut Sudikerta yang meraih suara 41,75 persen.

Dalam Pilkada di 154 daerah tingkat kabupaten/kota, PDIP berpartisipasi di 152 daerah dan memenangkan 91 daerah dengan kader yang terpilih menjadi bupati/wali kota di 33 daerah serta menjadi wakil bupati/wakil wali kota di 38 daerah.

“Kemenangan PDI Perjuangan di tingkat kabupaten/kota, lebih banyak kader partai yang terpilih. Ini kabar menggembirakan. Tolok ukur yang paling riil dalam pilkada ditentukan oleh jumlah kader yang berhasil terpilih sebagai kepala dan wakil kepala daerah, sebagai buah dari proses pendidikan politik kader,” katanya.

PDIP semakin yakin menerapkan mekanisme kelembagaan yang semakin sistematis dalam upaya memenangi pemilihan kepala daerah.

“Sekolah politik kepala daerah menjadi syarat wajib yang harus diikuti calon kepala daerah. Ini sebagai tanggung jawab partai di dalam menyiapkan pemimpin,” katanya.

PDIP juga selalu tetap memegang teguh komitmen politik berkeadaban dalam pelaksanaan pilkada.

“Kami selalu ingat pesan ketua umum, Ibu Megawati, bahwa menang dan kalah hanya lima tahun. Kalah kita memperbaiki diri dan menang jangan korupsi, sehingga keadaban jangan dikorbankan karena demokrasi harus menjadi ukuran peradaban politik Indonesia,” katanya.

Saat ini fokus utama PDIP adalah persiapan menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2019.

“Prestasi dan kinerja para kader ini yang akan menjadi wajah partai dalam memenangkan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019. Ini menjadi konsentrasi utama kami saat ini,” kata Hasto.

Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Sebelumnya, PDI Perjuangan menegaskan bahwa kekuasaan dalam politik bukanlah segala-galanya dan bukan hal yang harus didapatkan dengan segala cara.

“Kekuasaan itu hanyalah alat, guna menciptakan seluruh kebijakan dan program agar tercapailah cita-cita masyarakat adil dan makmur. Dan dalam memeroleh kekuasaan itu, rakyatlah yang berdaulat. Rakyat merdeka di dalam memilih pemimpinnya,” kata Hasto, di Jakarta, Rabu (27/6/2018), seperti dikutip pdiperjuangan.id.

Hasto melihat pilkada serentak saat ini sering menampilkan ambisi kekuasaan yang luar biasa, sehingga berbagai cara pun dilakukan, bahkan sampai ada yang berpikiran sempit memanipulasi daftar pemilih tetap, menggunakan alat penyelenggara pemilu yang seharusnya netral, politik uang, hingga menghilangkan hak pilih warga.

“PDI Perjuangan sangat prihatin terhadap praktik politik menghalalkan cara tersebut. Ambisi orang per orang dan kelompok menjadi begitu dominan, dan merusak keadaban politik kita. Sampai ada tokoh nasional berbicara tentang identitas pemimpin hanya dari air minumnya dari mana, dan makan daging dari mana, kamu sukunya apa,” katanya.

Hasto menegaskan bahwa menang atau kalah dalam pilkada bukanlah kiamatnya demokrasi.

“Maka sebaiknya, semua pihak memerjuangkan kualitas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jangan pernah memprovokasi rakyat dengan pemikiran sempit, apalagi kerdil. Demokrasi harus menjadi ukuran peradaban politik Indonesia,” kata Hasto. [CHA/DAS]