Koran Sulindo – PDI Perjuangan prihatin karena masih ada yang mau menjauhkan partai berlambang moncong putih itu sebagai golongan nasional dengan golongan Islam. Menurut Hasto, jejak sejarah PDI Perjuangan dan Islam sangat panjang dan berjalan baik selama ini.
PDI Perjuangan menyiapkan tim khusus untuk meluruskan sejarah dan anggapan bahwa partainya jauh dari Islam dalam bentuk buku.
“Untuk mencounter hal itu, PDI Perjuangan merencanakan membukukan pidato dan pemikiran serta kebijakan Presiden Soekarno dan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam bahasa Arab dan Inggris,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Sebelumnya, Hasto berdialog dengan ulama Betawi terkemuka KH Abdul Hayyie Na’im dan sejumlah ustad serta kiai di teras Masjid An-Nur, Cipete Utara, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2019) malam. Turut mendampingi Hasto dengan sejumlah kader PDI Perjuangan antara lain Zuhairi Misrawi, KH. Zainal Arifin Na’im, Gembong Warsono dan Yuke Yurike. Dialog berlangsung secara santai lebih dari 2 jam.
“Intinya, kami ingin meluruskan sejarah Bung Karno dan Islam. Termasuk sejarah Ibu Megawati dan Islam,” katanya.
Dalam dialog tersebut, Hasto menegaskan Nahdlatul Ulama (NU) dan PDI Perjuangan merupakan dua kekuatan besar yang memiliki sejarah panjang diharapkan selalu memiliki hubungan baik.
“Sebagai kekuatan Islam dan Nasionalis maka kuncinya silaturahim sehingga bisa terbangun dan terjalin hubungan baik. Pada dasarnya warga Indonesia senang musyawarah,” katanya.
Sejarah panjang PDI Perjuangan dan NU dimulai sejak era Soekarno di masa perjuangan kemerdekaan. Sejarah terkini adalah saat PDI Perjuangan mengusulkan Hari Santri dan sebaliknya usul penetapan Pancasila 1 Juni dimana NU terdepan memperjuangkannya.
“PDI Perjuangan diajarkan untuk tidak melupakan sejarah dan bukan bermaksud takabur. Sejarah Hari Santri diperjuangkan saat kampanya pilpres 2014. Saat itu Wakil Sekjen PDI P Ahmad Basarah mengusulkan kepada Pak Jokowi sebagai kesadaran sejarah atas peran Resolusi Jihad yang menggetarkan tentara Sekutu,” kata Hasto.
Hasto merasa terhormat bisa berdialog dan bertukar pikiran dengan kalangan Nahdliyin di DKI Jakarta. Menurutnya di desa-sesa warga Nahdliyin dan warga PDI Perjuangan menyatu.
Hasto juga menceritakan kedatangan tokoh senior dari NU Mbah Moen ke kediaman Megawati beberapa waktu lalu sebelum melaksanakan ibadah haji ke Mekah dan wafat di sana.
KH Abdul Hayyie Na’im mengamini harapan Hasto. Ia turut mendoakan antara Islam dan PDI Perjuangan selalu terjalin hubungan baik. Serta pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin ke depan akan memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara.
“Semoga Pak Jokowi dan Kiai Maruf bisa memimpin dengan baik dan mari kita saling memperkuat silaturahmi,” kata KH Abdul Hayyie Na’im. [CHA/Didit Sidarta]