Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto/CHA

Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyayangkan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bahwa ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) adalah lelucon untuk menipu rakyat.

“Ketika ada voting di DPR soal presidential threshold yang hasilnya tidak membuatnya puas, maka dia katakan bahwa presidential threshold menipu rakyat. Jangan karena ambisi jadi presiden kemudian keputusan yang sah direduksi. Sekali lagi hanya karena ambisi,” kata Hasto, melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (29/7).

Opsi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional didukung mayoritas fraksi di DPR. Selain PDI-P, opsi ini juga didukung parpol koalisi pendukung pemerintah yaitu Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB.

Sedangkan Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung opsi ambang batas pencalonan presiden dihapuskan (0 persen).

Keempat fraksi tersebut walk out dari ruang sidang paripurna, karena dalam hitung-hitungan pasti akan kalah suara jika dilakukan voting. RUU pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen akhirnya disahkan secara aklamasi dalam rapat paripurna, Jumat (21/7) dini hari lalu.

“Walaupun Pak Prabowo sebagai ketua umum seharusnya juga memahami mekanisme yang ada di DPR. Ketentuan PT ini kan sudah diterapkan sebelumnya. Ini merupakan syarat minimum bagi jalannya pemerintahan,” katanya.

Menurut Hasto, menang kalah dalam berpolitik merupakan hal biasa dan harus disikapi secara ksatria.

“Dengan jalan ksatria PDIP menerima keputusan politik di DPR, walau sering diambil atas kekuatan menang-menangan semata,” katanya.

Saat awal-awal Jokowi terpilih menjadi Presiden, parpol pendukung Prabowo yang saat itu tergabung dalam Koalisi Merah Putih mengubah ketentuan dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MKD). Dengan perubahan itu, PDIP sebagai pemenang pemilu legislatif tidak otomatis menduduki kursi pimpinan DPR. Pemilihan pimpinan lalu dilakukan dengan sistem paket.

PDIP dan koalisi pendukung Jokowi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat kalah dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan. Namun PDIP menerima kekalahan itu.

“Mereka memotong suara rakyat sehingga apa yang disuarakan rakyat tidak tercerminkan di DPR, ” kata Hasto.

SBY-Prabowo

Sebeleumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Prabowo di Cikeas, Bogor, Kamis (27/7) malam. Dalam pertemuan itu Prabowo mengatakan “ketentuan ambang batas pemilihan presiden 20 persen adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia.”

“Kami tidak mau ikut bertanggung jawab, tidak mau ditertawakan sejarah. Silakan berkuasa hingga 10 tahun, 20 tahun, namun di ujungnya sejarah yang menilai,” katanya.

Gerindra dan Demokrat menyatakan segera mengajukan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Kenapa Dulu Tidak Ramai?

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan presidential threshold diperlukan untuk melahirkan presiden yang berkualitas serta memiliki dukungan mayoritas parlemen.

“Coba bayangkan, saya ingin berikan contoh, kalau 0 persen, kemudian satu partai mencalonkan, kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR, di parlemen,” kata Jokowi, usai menghadiri peluncuran program pendidikan vokasi dan industri, di Cikarang, Jumat (28/7).

Jokowi mengatakan yang didukung 38 persen kekuatan di DPR saja kesulitan mengegolkan kebijakannya. Apalagi bila presiden terpilih didukung hanya sedikit kursi.

Jokowi mengingatkan ketentuan presidential threshold sebesar 20-25 persen sudah digunakan dalam Pemilu 2009 dan 2014.

“Kenapa dulu tidak ramai? Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti, kok sekarang jadi berbeda?” tanya Jokowi. [DAS]