Hari Puisi Nasional : Mengenang Karya Joko Pinurbo Penyair Indonesia

Joko Pinurbo (1962-2024).

Hari ini, tanggal 28 April, diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia. Sebuah momen yang tepat untuk mengenang dan mengapresiasi kontribusi besar para penyair tanah air dalam menghidupkan dan memperkaya khazanah sastra Indonesia. Salah satu nama yang tak terlupakan dalam jagad puisi Indonesia adalah Joko Pinurbo.

Joko Pinurbo, atau akrab disapa Jokpin, adalah salah satu sastrawan Indonesia yang telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia puisi.

Lahir pada tanggal 11 Mei 1962 di Sukabumi, Jawa Barat, Joko Pinurbo telah sukses menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam karya-karyanya.

Dikenal dengan kepekaannya dalam merangkai kata-kata, Jokpin berhasil memukau pembaca dengan karya-karyanya yang sarat akan makna dan keindahan bahasa.

Namun, berita duka menghampiri dunia sastra Indonesia ketika pada tanggal 27 April, Joko Pinurbo meninggalkan kita pada usia 61 tahun. Berita tersebut tentu mengejutkan banyak pihak dan meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi para penggemar dan pembaca setianya.

Karya-karya Joko Pinurbo tidak hanya menginspirasi pembaca di dalam negeri, tetapi juga telah sukses diterjemahkan ke beberapa bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, Jerman, dan Mandarin.

Hal ini menunjukkan bahwa keindahan dan kedalaman makna dalam karya-karya Jokpin tidak terbatas oleh batas-batas geografis, melainkan mampu merambah dan menginspirasi pembaca di berbagai belahan dunia.

Salah satu karya Joko Pinurbo yang penuh akan makna adalah puisi berjudul “Cita-Cita”.
Cita-Cita

Setelah punya rumah, apa cita-citamu?

Kecil saja: ingin sampai rumah

saat senja supaya saya dan senja sempat

minum teh bersama di depan jendela.

Ah, cita-cita. Makin hari kesibukan

makin bertumpuk, uang makin banyak

maunya, jalanan macet, akhirnya

pulang terlambat. Seperti turis lokal saja,

singgah menginap di rumah sendiri

buat sekedar melepas penat.

Terberkatilah waktu yang dengan tekun

dan sabar membangun sengkarut tubuhku

menjadi rumah besar yang ditunggui

seorang ibu. Ibu waktu berbisik mesra,

“Sudah kubuatkan sarang senja

di bujur barat tubuhmu. Senja sedang

berhangat-hangat di dalam sarangnya.”

Meskipun Joko Pinurbo telah tiada, karya-karyanya akan tetap abadi dan terus menginspirasi generasi-generasi mendatang dalam mengeksplorasi keindahan dunia puisi.

Semoga warisan puisi Jokpin akan terus bergema dan menjadi cahaya bagi mereka yang mencari kedamaian dan inspirasi dalam kata-kata. Selamat Hari Puisi Nasional, semoga sastra Indonesia terus berkembang dan memberi warna dalam kehidupan kita. [UN]