Setiap tanggal 11 Juli, dunia memperingati Hari Populasi Sedunia, sebuah momen reflektif yang digagas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyoroti isu-isu krusial seputar kependudukan global.
Tahun 2025 ini, tema yang diangkat adalah “Empowering young people to create the families they want in a fair and hopeful world”, atau “Memberdayakan kaum muda untuk membentuk keluarga yang mereka inginkan dalam dunia yang adil dan penuh harapan.”
Tema ini tidak sekadar ajakan, melainkan seruan moral bagi para pemimpin dunia untuk mendengarkan dan merespons kebutuhan generasi muda yang kini berdiri di garda depan perubahan sosial.
Sejarah dan Makna Hari Populasi Sedunia
Menurut laman resmi PBB, Hari Populasi Sedunia pertama kali dicanangkan pada tahun 1989 oleh Dewan Pengurus Program Pembangunan PBB (UNDP), menyusul momentum besar Day of Five Billion yang dirayakan dua tahun sebelumnya pada 11 Juli 1987—hari ketika populasi dunia diperkirakan mencapai lima miliar jiwa.
Melalui Resolusi 45/216 pada 19 Desember 1990, Majelis Umum PBB secara resmi menetapkan peringatan ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat internasional tentang isu-isu kependudukan, termasuk kaitannya dengan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Peringatan perdana Hari Populasi Sedunia digelar pada 11 Juli 1990 di lebih dari 90 negara. Sejak saat itu, lembaga-lembaga seperti Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), pemerintah nasional, organisasi sipil, dan komunitas lokal terus memperingatinya dengan kampanye edukatif dan advokasi kebijakan.
Dalam narasi kependudukan global, kerap kali muncul dua kutub ekstrem: kekhawatiran akan ledakan penduduk dan kecemasan atas penurunan angka kelahiran. Tahun ini, PBB menyoroti kekhawatiran baru yang kian mencuat: runtuhnya populasi akibat angka kelahiran global yang terus menurun.
Namun, laporan tahunan State of World Population dari UNFPA menekankan bahwa inti permasalahan bukan pada jumlah, melainkan pada kurangnya kemampuan reproduksi. Banyak individu, khususnya generasi muda, tidak dapat membentuk keluarga sesuai harapan mereka karena terbentur oleh hambatan sosial, ekonomi, dan kesehatan.
Sebuah survei global UNFPA-YouGov terhadap lebih dari 14.000 orang di 14 negara menunjukkan bahwa mayoritas responden sebenarnya menginginkan lebih banyak anak. Namun, realitas yang mereka hadapi jauh dari ideal: krisis ekonomi, ketidaksetaraan gender, keterbatasan akses layanan kesehatan dan pendidikan, perubahan iklim, serta ketidakstabilan akibat konflik menjadi tembok besar yang menghalangi impian mereka.
Generasi muda saat ini merupakan kelompok demografis yang terbesar dan paling dinamis dalam sejarah umat manusia. Mereka adalah inovator, aktivis, pembangun komunitas, dan agen perubahan.
Namun, untuk dapat mewujudkan potensi mereka secara utuh, mereka membutuhkan lebih dari sekadar program-program layanan. Mereka membutuhkan harapan, stabilitas, dan masa depan yang layak direncanakan.
Hari Populasi Sedunia 2025 menyerukan kepada para pembuat kebijakan, pemimpin komunitas, dan seluruh elemen masyarakat untuk menempatkan kaum muda sebagai subjek aktif pembangunan.
Ini berarti menyediakan pendidikan yang inklusif, layanan kesehatan reproduksi yang aman dan terjangkau, pekerjaan yang layak, serta ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Menjawab tantangan populasi global bukan sekadar tentang mengatur angka kelahiran atau menyeimbangkan piramida demografis. Ini adalah tentang membangun dunia yang adil, di mana setiap orang—terutama kaum muda—memiliki kesempatan yang sama untuk memilih jalan hidup mereka, membentuk keluarga sesuai keinginan, dan menjalani kehidupan yang bermartabat.
Peringatan Hari Populasi Sedunia 2025 menjadi pengingat penting bahwa masa depan umat manusia bergantung pada bagaimana dunia hari ini memperlakukan generasi mudanya. [UN]