Ilustrasi keluarga (Foto: getty images)

Setiap tanggal 29 Juni, Indonesia memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) sebuah momentum penting yang mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kembali memaknai peran keluarga sebagai fondasi utama dalam membangun bangsa. Tahun 2025 ini, Harganas telah memasuki usia ke-32, sebuah usia yang menandakan kedewasaan dalam perjalanan panjangnya sebagai bagian dari gerakan sosial dan pembangunan nasional.

Tahun ini, Harganas mengusung tema “Dari Keluarga untuk Indonesia Maju”, sebagaimana diumumkan dalam unggahan Instagram resmi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendugbangga) atau BKKBN. Tema ini menegaskan bahwa kemajuan bangsa berakar dari kekuatan, ketahanan, dan kualitas keluarga itu sendiri.

Latar Belakang Sejarah

Melansir laman Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan KB (Dinsos P2KB) Kota Pekalongan, sejarah Harganas tidak dapat dilepaskan dari peristiwa heroik pasca-kemerdekaan Indonesia. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, situasi nasional belum stabil. Untuk mempertahankan kedaulatan, rakyat diwajibkan mengikuti militer dan terpaksa meninggalkan keluarga mereka.

Baru pada 22 Juni 1949, Belanda secara utuh menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Sepekan setelahnya, tepat pada 29 Juni 1949, para pejuang mulai kembali ke pangkuan keluarga masing-masing. Inilah momen yang kemudian dikenang sebagai dasar penetapan Hari Keluarga Nasional.

Namun pada masa itu, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang usia layak menikah serta dorongan untuk “mengganti” keluarga yang gugur, menyebabkan tingginya angka pernikahan dini. Dampaknya, angka kematian ibu dan bayi pun turut melonjak. Kondisi inilah yang melatarbelakangi lahirnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keluarga secara lebih terstruktur melalui Keluarga Berencana (KB).

Tanggal 29 Juni 1970 menjadi tonggak penting karena merupakan puncak kristalisasi semangat pejuang KB di Indonesia. Saat itu, mulai digerakkan secara serius pembangunan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Program KB nasional berkembang pesat dan bahkan menjadi rujukan negara lain, hingga Indonesia meraih UN Population Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Momentum ini makin diperkuat pada tahun 1992 ketika Presiden Soeharto secara resmi menetapkan 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional. Pencanangan peringatan nasionalnya dilakukan setahun kemudian, pada 29 Juni 1993, di Provinsi Lampung. Dalam Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, tanggal tersebut mendapatkan legalitas resmi sebagai Hari Keluarga Nasional, meskipun tidak ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Tokoh Penggagas: Prof. Dr. Haryono Suyono

Sosok penting di balik lahirnya Harganas adalah Prof. Dr. Haryono Suyono, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kepada Presiden Soeharto, ia menyampaikan tiga gagasan pokok: pentingnya mewarisi semangat perjuangan bangsa, pentingnya peran keluarga dalam kesejahteraan bangsa, serta upaya membangun keluarga yang tangguh dan mandiri. Ketiga gagasan ini diterima Presiden dan diwujudkan dalam bentuk Hari Keluarga Nasional.

Harganas juga merupakan pengejawantahan dari Hari Pertasikencana (Pertanian, Koperasi, dan Keluarga Berencana), yang sebelumnya telah diperingati. Dengan semangat yang sama, Harganas diarahkan untuk menguatkan peran keluarga sebagai basis ketahanan bangsa.

Hari Keluarga Nasional bukan sekadar seremoni tahunan. Ia dimaksudkan sebagai pengingat bahwa keluarga adalah institusi paling dasar yang menentukan arah dan kekuatan sebuah bangsa. Dalam keluarga lah tumbuh nilai-nilai cinta kasih, kedisiplinan, tanggung jawab, dan solidaritas sosial.

Menurut UU No. 10 Tahun 1992 dan PP No. 21 Tahun 1994, terdapat delapan fungsi keluarga yang wajib dijalankan: fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Sementara menurut Lamanna dan Riedmann (1991), keluarga juga harus menjalankan tiga fungsi utama: reproduksi yang bertanggung jawab, dukungan ekonomi, dan perlindungan emosional.

Namun, selama ini Harganas masih sering disalahartikan semata-mata sebagai bagian dari program Keluarga Berencana. Padahal, Harganas adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya tanggung jawab BKKBN. Oleh sebab itu, seluruh elemen bangsa—termasuk pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat—perlu turut berperan dalam menyebarluaskan makna dan nilai Harganas.

Hari Keluarga bukan hanya milik Indonesia. Sejumlah negara juga memperingatinya dengan cara mereka masing-masing. Amerika Serikat memiliki Family Day pada Minggu pertama bulan Agustus sejak 1978. Afrika Selatan menetapkannya sejak 1995, dan Australia memperingatinya pada Selasa pertama bulan November bersamaan dengan Melbourne Cup. PBB sendiri menetapkan 15 Mei sebagai International Day of Families sejak 1994.

Inti dari semua peringatan tersebut adalah sama: menjadikan keluarga sebagai ruang utama untuk menumbuhkan kebersamaan, kasih sayang, dan perlindungan. Bahkan dalam konteks modern, Hari Keluarga juga bisa dirayakan oleh komunitas, organisasi, dan kelompok sosial sebagai bentuk solidaritas kekeluargaan yang lebih luas.

Meski telah berdiri sejak tiga dekade lalu, Harganas masih belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat luas. Banyak kalangan, termasuk aparatur pemerintah, belum menyadari bahwa negara ini memiliki satu hari khusus untuk merayakan keluarga. Padahal, peneguhan nilai keluarga sangat dibutuhkan, terutama di tengah dinamika sosial yang makin kompleks.

Diperlukan strategi optimalisasi dan sosialisasi yang berkelanjutan agar Harganas bisa dirasakan manfaatnya secara langsung. Rasa memiliki terhadap hari ini harus dibangun. Pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, hingga media massa harus terlibat aktif dalam membumikan makna Hari Keluarga.

Tema tahun 2025, “Dari Keluarga untuk Indonesia Maju”, bukan sekadar slogan. Ia adalah ajakan agar setiap keluarga Indonesia menyadari bahwa mereka adalah bagian dari mesin kemajuan bangsa. Keluarga yang kuat akan menciptakan individu yang tangguh, dan pada akhirnya melahirkan masyarakat yang berdaya saing tinggi.

Hari Keluarga Nasional bukan sekadar penanda kalender. Ia adalah panggilan untuk kembali ke akar—pada keluarga sebagai tempat pertama dan utama kita belajar menjadi manusia. Di tengah dunia yang kian cepat dan individualistik, Harganas mengajak kita untuk memperlambat langkah, melihat sekeliling, dan bersyukur atas keberadaan orang-orang terdekat seperti keluarga.

Mari kita jadikan 29 Juni bukan hanya sebuah tanggal, tetapi hari yang dirayakan dengan kesadaran penuh bahwa keluarga adalah titik awal segala kekuatan dan harapan bagi masa depan Indonesia. Dari keluarga—untuk Indonesia maju. [UN]