Koran Sulindo – Krisis pangan yang terjadi sejak 2008 terus berlangsung hingga saat ini. Perampasan tanah juga terus terjadi yang mengakibatkan terusirnya rakyat miskin terutama kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas atau masyarakat adat.
Situasi ini merupakan ancaman terbesar bagi penghidupan rakyat dan ketersediaan pangan seluruh bangsa. Sebagian besar lahan pertanian telah dan sedang diubah untuk penggunaan agroindustri untuk produksi komoditas pertanian non-pangan yang umumnya untuk ekspor.
Koalisi Petani Asia (APC) bersama aliansinya menamakan situasi ini sebagai “Hari Kaum Tani Tidak Bertanah”. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) bersama jaringannya yang merupakan bagian dari APC juga memperingati hari tersebut. Lewat peringatan itu, AGRA setidaknya tetap mengingatkan situasi Indonesia hari ini tidak baik-baik saja.
Di Indonesia, menurut Rahmat Ketua Umum AGRA, penggusuran dan perampasan tanah telah menyebabkan sebagian besar rakyat Indonesia tidak bertanah. Monopoli dan perampasan tanah secara masif terus terjadi di bawah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Itu semua demi kepentingan pembangunan infrastruktur, perluasan perkebunan skala besar dan pertambangan besar.
“Seluruh proyek ini dilakukan untuk memfasilitasi kepentingan kapitalis monopoli alias imperialisme, tuan tanah besar dan pengusaha besar yang menjadi antek kapitalis monopoli asing,” tutur Rahmat dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (26/3).
Rahmat mengatakan, program-program populis seperti pembangunan infrastruktur, reforma agraria dan perhutanan sosial sesungguhnya dibuat untuk mengilusi rakyat. Tujuannya untuk meraih simpati dan hati rakyat agar Presiden Jokowi kembali terpilih pada 2019. Akan tetapi, kaum tani dan rakyat Indonesia semakin sadar program-program tersebut hanya untuk melayani kepentingan investor asing.
Soal reforma agraria, misalnya. Menurut Rahmat, apa yang dilakukan Jokowi hanyalah sertifikasi lahan untuk kepentingan jaminan bank sekaligus usaha untuk meyakinkan investor asing atas keterjaminan lahan dan keamanan. Apa yang dilakukan Jokowi sama sekali tidak ingin mengurangi monopoli tanah yang dikuasai segelintir orang. Program reforma agraria dan perhutanan sosial Jokowi justru sebaliknya: menegaskan monopoli sekaligus mempercepat perampasan tanah rakyat.
Karena itu, kata Rahmat, reforma agraria mustahil bisa dilaksanakan jika praktik monopoli tanah, pemberian izin hak guna usaha dan konsesi lainnya terus dilanggengkan. Juga kriminalisasi, penganiayaan dan pembunuhan terhadap petani tak bertanah acap terjadi ketika mereka memperjuangkan hak atas tanah.
Hari Kaum Tani Tidak Bertanah akan diperingati setiap 29 Maret secara internasional. Momentum tersebut dikatakan sebagai peristiwa bersejarah dalam perjuangan rakyat mendapatkan tanah dan sumber daya di Asia. Pada tanggal yang sama sekitar 14 tahun lalu APC resmi dibentuk dan didirikan. Sejak saat itu, organisasi koalisi kaum tani itu secara konsisten ambil bagian dalam menentang penindasan dan penghisapan imperialis dan tuan tanah. [KRG]