Hari HAM: FPR Ajak Rakyat Bersatu Lawan Kebijakan Imperialisme

Massa Front Perjuangan Rakyat memeringati Hari HAM di Jakarta [Foto: Dokumentasi FPR]

Koran Sulindo – Kehidupan rakyat Indonesia pada umumnya kian merosot dan tingkat penindasan semakin keras di bawah pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Hak-hak demokratis rakyat meliputi hak ekonomi, hak politik dan hak kebudayaan dirampas dengan mengatasnamakan hukum yang sesungguhnya dimaksudkan untuk melayani kepentingan kapitalis monopoli asing (imperialis).

Front Perjuangan Rakyat (FPR) menilai, beberapa kebijakan dan aturan negara yang umumnya melayani perampokan dan pengisapan kapitalis monopoli asing Amerika Serikat (AS) terangkum dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi sebanyak 16 Jilid. Semua paket itu disebut hasil intervensi AS yang mendiktekan kebijakan neoliberalisme untuk mempercepat masuknya investasi asing dan utang.

“Itu berarti mengintensifkan perampokan dan pengisapan terhadap bangsa Indonesia serta meluaskan kemiskinan,” kata Koordinator FPR Rudi HB. Daman dalam keterangan resminya pada Senin (10/12).

Berdasarkan keadaan itu, kata Rudi, dalam momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia tahun ini, pihaknya menyerukan untuk menggalang persatuan dan kekuatan melawan seluruh kebijakan dan tindasan yang merampas hak-hak demokratis serta semakin memperburuk penghidupan rakyat. Juga harus bersatu menolak segala usaha dan cara pecah belah terhadap rakyat yang menjauhkan rakyat dari perjuangan atas masalah dan tuntutan konkret hak-hak demokratisnya.

Pada momentum kali ini, FPR, kata Rudi, menyatakan sikap dan menuntut agar pemerintah mencabut semua paket kebijakan ekonomi dan seluruh aturan yang melaksanakan skema neoliberalisme. Lalu, mendesak pemerintah untuk menghentikan pelaksanaan program reforma agraria dan perhutanan sosial. Karena program itu, kata Rudi, kaum tanu justru semakin menindas dan memerosotkan penghidupan kaum tani.

Selanjutnya, mendesak pemerintah menghentikan pemberian izin bagi perluasan perkebunan besar, taman nasional dan pertambangan besar yang merampas tanah dan hak hidup petani serta suku bangsa minoritas. Terpenting adalah mendesak pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria sejati dan membangun industri nasional yang mandiri.

Berkaitan dengan perburuhan, Rudi mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah untuk mencabut PP tentang Upah 2015 yang dijadikan sebagai dasar penetapan upah minimum. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga perlu mencabut surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan yang mewajibkan daerah-daerah menggunakan PP tentang Upah sebagai dasar penetapan upah minimum. “Serta hentikan segala usaha memudahkan fleksibilitas ketenagakerjaan,” kata Rudi.

Dikatakan Rudi, FPR juga mendesak agar pemerintah menghentikan seluruh bentuk penggusuran paksa dan perampasan tanah rakyat atas nama pembangunan infrastruktur yang disebut sebagai Proyek Strategis Nasional yang didanai dari korporasi besar asing dan Bank Dunia. Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga kebutuhan dasar rakyat.

FPR juga menyinggung beberapa peraturan perundangan fasis yang acap meneror rakyat dan merampas hak kebebasan berpendapat, berekspresi dan berorganisasi dengan ancaman dipenjara. Karena itu, aturan seperti UU ITE dan UU Ormas segera dicabut. Mendesak pemerintah untuk menghentikan segala bentuk teror dan adu domba di antara rakyat, khususnya untuk rakyat Papua.

“Kami juga mendesak agar pemerintah menghentikan seluruh kerja sama (ekonomi, politik, kebudayaan dan militer) dengan imperialis AS beserta sekutunya dan seluruh instrumennya seperti IMF, Bank Dunia dan WTO. Itu hanya membuat rakyat terjerat utang dan investasi sehingga merampok dan menginjak kedaulatan bangsa Indonesia,” kata Rudi. [KRG]