Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober, pada tahun 2023 ini dirayakan dengan acara Istana Berbatik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana secara resmi membuka acara di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Dalam acara berkonsep pagelaran busana itu Jokowi tampak berwibawa dalam balutan busana batik bermotif parang dan udan liris. Sedangkan Ibu Iriana menggunakan kain bermotif parang.
“Melalui Istana Berbatik malam ini yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober, saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menumbuhkan kebanggaan pada kekayaan seni dan budaya Indonesia serta aktif melestarikan dan mengembangkannya,” kata Presiden Jokowi.
Awal Hari Batik Nasional
Hari Batik Nasional telah ditetapkan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2009. Keppres ini ditandatangani pada tanggal 17 November 2009.
Tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional karena pada tanggal itu batik diakui sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Pengakuan batik sebagai warisan dunia ini berlaku sejak Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009. Proses peresmian batik sebagai Warisan Budaya Takbenda itu berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
baca juga :
UNESCO mengakui batik sebagai warisan dunia karena memenuhi kriteria; kaya dengan simbol dan makna filosofi kehidupan rakyat Indonesia.
Sejarah batik Indonesia
Secara holistik batik mewakili desain, bahan dan alat pembuatnya, batik bahkan sebagai cerminan cara hidup juga kebudayaan masyarakat.
Batik dibuat dengan teknik tulis menggunakan canting ataupun teknik cap seperti stempel. Dengan bahan lilin (malam) yang dipanaskan dengan kompor kecil dan menggunakan pewarna.
Batik telah dikenal di Indonesia sejak berabad-abad lalu. Kebudayaan membatik di Jawa diperkirakan telah ada pada abad ke-12 hingga abad ke-13.
Seorang Belanda bernama G.P. Rouffaer dalam buku dan artikelnya yang diterbitkan pada awal abad ke-20 dan dikutip banyak ahli mengungkapkan, teknik membatik kemungkinan diperkenalkan dari India atau Sri Lanka pada abad ke-6 atau ke-7.
Rouffaer juga menyimpulkan pola batik gringsing sejak abad ke-12 telah ada di Kediri, Jawa Timur. Pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting. Itu sebabnya, Rouffaer berpandangan, canting ditemukan di Jawa pada abad yang sama.
Selain itu Arca atau patung Prajnaparamita yang ditemukan di Jawa Timur dan diperkirakan dibuat pada abad ke-13 pun memperlihatkan detail ukiran kain menyerupai pola batik. Polanya berupa sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit, yang mirip dengan pola batik tradisional masyarakat Jawa. Itu artinya pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting di Jawa sudah ada sejak abad ke-13 atau malah pada abad sebelumnya.
Selain batik tulis menggunakan canting, pola batik cap juga telah lama ada di Indonesia. Dalam karyanya yang tersohor di seluruh dunia dan terbit pertama kali di London pada tahun 1817, History of Java, Sir Thomas Stamford Raffles juga menyinggung tentang batik. Buku itu ditulis Raffles semasa menjadi Gubernur Inggris di Jawa.
Teknik cap ini kemudian diketahui berkembang di luar Jawa, terutama di Sumatera. Pada suatu masa tertentu di abad itu, teknik membatik dengan cap ini menjadi sangat populer di Palembang, Aceh, dan Jambi.
Di Palembang masih bisa ditemukan alat cap atau stempel kuno berbahan kayu. Belakangan bahan stempel dari kayu itu digantikan dengan stempel atau alat cap yang dibuat dari tembaga.
Kemudian, batik pun digolongkan menjadi dua jenis, yaitu dibuat dengan menggunakan canting disebut sebagai batik tulis, sementara yang menggunakan stempel disebut sebagai batik cap.
Perbedaan utama batik buatan Indonesia dengan bangsa lain adalah bermacam jenis lilin dalam membatik. Setidaknya ada tiga jenis malam yang digunakan untuk membatik oleh masyarakat Jawa, yakni malam tembokan atau popokan; malam klowong, dan; malam tutupan atau biron.
Karena itu, wajar dan sudah sepatutnya pula bila United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) pada 2 Oktober 2009 lampau menetapkan batik sebagai bagian dari Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dari Indonesia. [PTM]