Jakarta – Kenaikan tajam harga minyak dunia menyusul serangan Israel terhadap Iran akan menguntungkan Rusia dan memperkuat kemampuan militernya dalam perang di Ukraina.
Hal itu diungkapkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Jumat (13/06/2025) dalam komentar yang masih dalam embargo hingga Sabtu (14/06/2025) sore.
Berbicara kepada wartawan di Kyiv, Zelenskyy mengatakan lonjakan harga minyak mengancam posisi Ukraina di medan perang, terutama karena sekutu Barat belum memberlakukan pembatasan harga yang efektif pada ekspor minyak Rusia.
“Serangan itu menyebabkan kenaikan tajam harga minyak, yang berdampak negatif bagi kami,” kata Zelenskyy, dikutip dari AP News.
“Rusia menjadi lebih kuat karena pendapatan yang lebih besar dari ekspor minyak.”
Harga minyak dunia naik sebanyak 7% setelah Israel dan Iran saling serang selama 48 jam terakhir, meningkatkan kekhawatiran bahwa eskalasi lebih lanjut di kawasan itu dapat mengganggu ekspor minyak dari Timur Tengah.
“Kami Akan Mengangkat Masalah Ini”
Zelenskyy berkata ia berencana mengangkat isu ini dalam pembicaraan mendatang dengan Presiden AS Donald Trump.
“Dalam waktu dekat, saya akan menghubungi pihak Amerika, saya kira dengan presiden, dan kami akan mengangkat isu ini,” katanya.
Zelenskyy juga menyatakan kekhawatiran bahwa bantuan militer AS dapat dialihkan dari Ukraina ke Israel selama ketegangan baru di Timur Tengah.
“Kami ingin bantuan ke Ukraina tidak berkurang karena hal ini,” katanya. “Terakhir kali, ini adalah faktor yang memperlambat bantuan ke Ukraina.”
Kebutuhan militer Ukraina telah dikesampingkan oleh Amerika Serikat demi mendukung Israel, kata Zelenskyy, mengutip pengiriman 20.000 rudal pencegat, yang dirancang untuk melawan pesawat nirawak Shahed buatan Iran, yang ditujukan untuk Ukraina tetapi dialihkan ke Israel.
“Dan bagi kami itu merupakan sebuah pukulan,” katanya.
“Ketika Anda menghadapi 300 hingga 400 drone sehari, sebagian besar ditembak jatuh atau keluar jalur, tetapi beberapa berhasil lolos. Kami mengandalkan rudal-rudal itu.”
Sistem pertahanan udara, Barak-8, yang dijanjikan kepada Ukraina oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikirim ke AS untuk diperbaiki tetapi tidak pernah dikirim ke Ukraina, kata Zelenskyy.
Ia mengakui bahwa momentum bagi Koalisi Negara-negara yang Bersedia, sebuah kelompok yang terdiri dari 31 negara yang telah berjanji untuk memperkuat dukungan bagi Ukraina dalam melawan agresi Rusia, telah melambat karena sikap AS yang ambivalen dalam menyediakan jalan keluar.
“Situasi ini telah menunjukkan bahwa Eropa belum memutuskan sendiri bahwa mereka akan sepenuhnya mendukung Ukraina jika Amerika tidak ada di sana,” katanya. [BP]