PERANG yang berkecamuk di Timur-Tengah antara Israel dan Palestina telah memicu kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan sehingga berdampak pada kenaikan harga minyak dunia.
Harga minyak pada West Texas Intermediate (WTI) telah mencapai US$ 86 dalam perdagangan 19 Oktober 2023. Berarti ada kenaikan signifikan yaitu 7,8 persen dari harga dua minggu sebelumnya.
Selain adanya kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan, data fundamental industri juga berkontribusi signifikan terhadap pergerakan harga minyak.
Sebagaimana data yang dirilis oleh Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS), terjadi penurunan persediaan minyak mentah AS. Penurunan cadangan minyak AS sebesar 4,491 juta barel, angka ini lebih tinggi dari ekspektasi.
“Pemangkasan yang signifikan dalam persediaan minyak mentah AS menunjukkan permintaan yang kuat dan penurunan stok yang lebih besar dari yang diperkirakan,” kata Head Research & Development Deu Calion Futures (DCFX) Paolo Liszman, Kamis (19/10).
Lebih lanjut, Paolo memperkirakan harga akan tetap naik dalam beberapa waktu ke depan, terutama jika ketegangan di Timur Tengah terus berlanjut dan permintaan global terus meningkat setelah pulih dari dampak pandemi. Dengan demikian, para pelaku pasar perlu tetap waspada terhadap perubahan situasi yang terjadi di pasar minyak global.
Faktor-faktor tadi dinilai dapat mempengaruhi harga secara signifikan dalam jangka pendek. Dengan demikian, pemantauan terus-menerus terhadap situasi politik dan data industri merupakan hal penting bagi para investor dan pelaku pasar dalam mengantisipasi pergerakan harga minyak ke depan.
Indonesia antisipasi lonjakan harga minyak
Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia perlu menyiapkan berbagai antisipasi agar tercipta keamanan pasokan energi. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim menjelaskan, sejak lama perang antar negara berdampak pada kenaikan harga minyak .
“Tetapi namanya bisnis, begitu ada perang meski tidak secara langsung berdampak pada sumur berkurang tetapi harga minyak naik. Jadi ini reaksi yang berkaitan dengan bisnis,” ujar Herman, Rabu (18/10).
Sebagai salah satu solusi, DEN menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) Cadangan Penyangga Energi yang diharapkan dapat mendukung keamanan energi.
“Jika terus naik, cadangan penyangga itu akan dilepas, itu solusinya,” kata Herman.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menjelaskan saat ini cadangan penyangga energi sudah selesai pembahasannya. Tinggal nanti dokumen ini diparaf oleh menteri terutama Menteri Keuangan. Cadangan energi yang harus diamankan ialah minyak mentah, BBM, dan gas.
“Karena di situ ujung-ujungnya kan ada dana sekitar Rp 50 triliun untuk komoditinya. Ada minyak mentah karena kita masih impor kan. Kita harus punya cadangan, kalau nanti perang terus enggak ada yang ngirim crude ke sini,” ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,4 juta barrel per hari, namun produksi minyak baru mencapai 600.000 barrel per hari. Sedangkan, Indonesia harus punya cadangan sekitar 30 hari. [PAR]