Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/kemenkeu.go.id

Koran Sulindo – Sebanyak Rp387,3 triliun dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Jumlah itu hampir seperlima besaran belanja negara.

Pada APBN 2017 ditetapkan pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun dan belanja negara Rp2.080,4 triliun. Artinya, defisit Rp330,2 triliun atau 2,41% dari produk domestik bruto (PDB).

Undang-undang APBN itu disahkan DPR pada Rapat Paripurna, di Komplek Parlemen, Rabu (26/10).

“Anggaran untuk belanja infrastruktur ini meningkat Rp40,8 triliun dari pagu RAPBN 2017 yang dialokasikan sebesar Rp346,6 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Kamis (27/10), seperti dikutip Antara.

Pagu sebesar itu untuk pembangunan jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan laut, jalur kereta api, dan terminal penumpang.

“Secara keseluruhan, anggaran infrastruktur meningkat dari APBNP 2016 sebesar Rp317,1 triliun maupun RAPBN 2017 sebanyak Rp346,6 triliun, karena adanya peningkatan earmark dari dana transfer umum yang cukup besar,” katanya.

Pagu belanja infrastruktur itu terbagi untuk infrastruktur ekonomi sebesar Rp377,8 triliun, infrastruktur sosial Rp5,5 triliun, dan dukungan infrastruktur sebesar Rp4,1 triliun.

“Belanja ini akan disalurkan baik langsung melalui Kementerian Lembaga atau melalui institusi yang ditugaskan untuk menaikkan kemampuan sektor swasta untuk membangun infrastruktur seperti Dana Dukungan Tunai Infrastruktur (Viability Gap Fund/VGF),” kata Sri Mulyani.

Rincian

Rincian dana itu adalah untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp98,8 triliun, Kementerian Perhubungan Rp42,1 triliun, Kementerian Pertanian Rp2,7 triliun, dan Kementerian ESDM Rp3,6 triliun.

Untuk VGF termasuk dana cadangannya Rp0,3 triliun, belanja hibah Rp2,2 triliun, dana alokasi khusus Rp32,3 triliun, perkiraan dana desa untuk infrastruktur Rp24 triliun, dan perkiraan dana transfer umum untuk infrastruktur Rp124 triliun.

“Untuk mendukung pembangunan infrastruktur, dana transfer umum pada 2017 minimal 25 persen akan dialokasikan untuk infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan pelayanan publik dan ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Kemudian untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Rp9,7 triliun, penyertaan modal negara kepada BUMN Rp7,2 triliun dan Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN; untuk penyediaan tanah) Rp20 triliun.

Selain itu, untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp4,2 triliun, Kementerian Agama Rp1,2 triliun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Rp0,1 triliun dan Kementerian Perindustrian Rp0,6 triliun.

Kebijakan Fiskal

Menkeu mengatakan APBN 2017 lebih seimbang dan kredibel, dan tetap bersandar pada kebijakan fiskal.

“Kebijakan fiskal diharapkan mampu menjadi instrumen yang efektif untuk memperkuat ekonomi Indonesia dan menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berdaya tahan,” katanya.

UU APBN 2017 menetapkan besaran indikator makro pada 2017 sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi ditetapkan 5,1%, inflasi 4,0%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp13.300, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,3%, harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$45 per barel, minyak bumi 815 ribu bph, dan lifting gas bumi 1.150 ribu setara minyak per hari.

Target lain ditetapkan tingkat pengangguran 5,6%, tingkat kemiskinan 10,5%, indeks gini rasio 0,39, dan indeks pembangunan manusia 70,1.

Pajak 85 Persen dari Total Pendapatan Negara

Adapun target penerimaan perpajakan pada 2017 tumbuh sekitar 13%-15% dari perkiraan realisasi penerimaan pajak 2016.

Pada 2017, pendapatan negara akan semakin bertumpu pada penerimaan perpajakan, yang mencapai 85,6 persen dari total pendapatan negara. Penerimaan perpajakan dalam APBN 2017 ditargetkan sebesar Rp1.489,9 triliun.

Selain itu, pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang dalam APBN 2017 ditargetkan sebesar Rp250 triliun.

Pemerintah juga terus melanjutkan upaya efisiensi belanja negara, khusunya belanja operasional yang tidak prioritas. Pemerintah juga melakukan penajaman belanja non-operasional di Kementerian/Lembaga (K/L), dengan tetap menjaga kualitas layanan kepada masyarakat.

Pada 2017, belanja subsidi akan diarahkan agar lebih tepat sasaran, melalui efisiensi dan efektivitas subsidi energi.

“Ketepatan sasaran menjadi tema yang penting. Jumlahnya dinaikkan, dengan sangat hati-hati, karena yang lebih penting adalah masalah desainnya,” kata Menkeu.

Di sisi transfer ke daerah dan dana desa, pemerintah akan meningkatkan fleksibilitas pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU).

“Formulasi Dana Alokasi Umum diharapkan bisa membuat daerah-daerah memiliki kapasitas untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Jadi kalau Anda di Papua, di Aceh, di Nusa Tenggara, di Jawa, Kalimantan, harusnya pemerintah daerah punya kemampuan untuk melalukan pelayanan dasar yang sama,” kata Sri Mulyani. [kemenkeu.go.id/Antara/DAS]