Haji Batal, Bagaimana Nasib ONH Jemaah yang Telanjur Disetor?

Ilustrasi: Suasana Kabah, Mekah, Arab Saudi pada 6 Maret 2020/ AFP-Getty-Bandar Aldandani

Koran Sulindo – Pemerintah memutuskan membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun ini. Lalu bagaimana ongkos naik haji (ONH) jemaah yang telanjur disetor?

Hingga saat ini, Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat terdapat sebanyak 198.765 jemaah haji reguler yang telah membayar dana setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2020M. Jumlah ini tersebar di 13 Embarkasi, dari Aceh hingga Lombok.

Dana setoran awal semua jamaah sebesar Rp 25 juta. Jika menarik dana ini jemaah berarti membatalkan rencana naik haji. Dana itu dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Sementara besaran dana setoran pelunasan beragam, sesuai dengan embarkasi keberangkatan. Bipih terendah adalah Embarkasi Aceh sebesar Rp31.454.602 sementara yang tertinggi adalah Makassar sebesar Rp38.352.602).

Setoran pelunasan Bipih 1441H ini dikelola secara terpisah oleh BPKH.

“Sesuai KMA No 494 tahun 2020, dana setoran pelunasan itu akan dikelola terpisah dan nilai manfaatnya akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442H/2021M,” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, Nizar, di Jakarta, Rabu (3/6/2020).

Kemenag membuka opsi jemaah dapat meminta kembali dana setoran pelunasan Bipih, namun yang bisa diminta kembali adalah dana setoran pelunasan awalnya, bukan dana setoran awalnya.

Permohonan pengembalian dana pelunasan ini disampaikan melalui Kantor Kemenag Kabupaten/Kota tempat mendaftar. Nantinya, Kankemenag yang akan memproses ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan selanjutnya diproses ke BPKH.

“BPKH yang akan menerbitkan surat perintah membayar kepada Bank Penerima Setoran (BPS) agar mentransfer dana setoran pelunasan itu kepada rekening jemaah haji,” katanya.

Menurut Nizar, sejak 2018 dana haji sudah dikelola sepenuhnya oleh BPKH, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 pada 13 Februari 2018. Peraturan ini mengatur tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

“Saat itu, (Februari 2018), tercatat dana haji mencapai Rp103 Triliun, dan sejak itu semuanya sudah menjadi wewenang BPKH. Rilis terakhir BPKH menyebut dananya sudah mencapai Rp135 Triliun,” kata Nizar.

Saat ini Kemenag tidak mempunyai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) untuk mengelola apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apapun.

Arab Saudi Belum Buka Akses

Pada Selasa (2/6/2020) kemarin, Kemenag membatalkan keberangkatan Jemaah haji karena Pemerintah mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19).

“Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” kata Menag Fachrul Razi.

Menurut Menag, keputusan tersebut sudah melalui kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu. Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban.

Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi bahkan mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.

Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah.

“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan,” katanya.”Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses.”

Pembatalan keberangkatan Jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI), tidak hanya pada jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.

“Jadi tahun ini tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh WNI,” kata Menag.

Prosedur Pengembalian Setoran

Kemenag menyatakan jemaah harus mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Kepala Kankemenag Kab/Kota tempat mendaftar haji. Jemaah juga harus menyertakan bukti asli setoran lunas Bipih yang dikeluarkan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih; fotokopi buku tabungan yang masih aktif atas nama Jemaah Haji dan memperlihatkan aslinya; fotokopi KTP dan memperlihatkan aslinya; dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Permohonan jemaah tersebut selanjutnya akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kepala Seksi yang membidangi urusan Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kankemenag Kab/Kota. Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, Kasi Haji akan melakukan input data pembatalan setoran pelunasan Bipih pada aplikasi Siskohat.

Tahapan berikutnya Kepala Kankemenag Kab/Kota mengajukan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih secara tertulis dan dikirimkan secara elektronik kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri dengan tembusan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.

Lalu Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri menerima surat pengajuan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih dan melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Jemaah Haji pada aplikasi SISKOHAT. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) c.q. Badan Pelaksana BPKH.

BPS Bipih setelah menerima Surat Perintah Membayar (SPM) dari BPKH, segera melakukan transfer dana pengembalian setoran lunas Bipih ke rekening Jemaah Haji dan melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan pada aplikasi SISKOHAT.

“Seluruh tahapan ini diperkirakan akan berlangsung selama sembilan hari. Dua hari di Kankemenag Kab/Kota. Tiga hari di Ditjen PHU. Dua hari di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dan, dua hari proses transfer dari Bank Penerima Setoran ke rekening jemaah,” kata Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Muhajirin Yanis.

Bagaimana jika jemaah haji yang batal berangkat tesebut meninggal dunia?

Menurut Muhajirin, nomor porsinya dapat dilimpahkan. Pelimpahan porsi tersebut bisa dilakukan kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung, atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga.

“Pengganti porsi itu bisa menjadi jemaah haji 1442H/2021M selama kuota haji Indonesia masih tersedia,” kata Muhajirin. [RED]