Koran Sulindo – Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri membuka Rabu pagi tadi (9/1/2019) dengan menyoal defisit neraca perdagangan 2018. lewat akun Twitter-nya, pukul 04.11 WIB, ia mengatakan defisit perdagangan 2018 merupakan yang terburuk sejak Indonesia merdeka.
“Sejak merdeka, defisit perdagangan hanya 7 kali. Tahun 2018 defisit perdagangan terburuk sepanjang sejarah,” kata Faisal.
Defisit neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 memang parah, mencapai US$ 2,05 miliar. Bulan sebelumnya, Oktober, defisitnya US$ 1,77 miliar. Jika ditotal dari Januari sampai November, defisit neraca perdagangan Indonesia tahun 2018 mencapai US$ 7,5 miliar. Untuk bulan Desembernya, Badan Pusat Statistik (BPS) belum merilis datanya.
Sebenarnya, pada Desember 2018, Faisal juga telah menyatakan, defisit neraca dagang Indonesia yang mencapai US$ 7,5 miliar hingga November 2018 merupakan hal yang serius. “Defisit 7,5 miliar dolar AS bukan sesuatu yang sederhana. Kalau kita lihat rata-ratabulanannya, dalam delapan bulan pada 2018 selalu defisit,” katanya di acara seminar persaingan usaha, (19/12).
Jadi, lanjutnya, ini masalah yang sangat serius. “Tidak pernah Indonesia setelah merdeka itu defisit perdagangan barangnya sampai 7,5 miliar dolar AS, tidak pernah. Ini sejarah baru sejak tahun 1945,” ujar Faisal.
Dalam catatannya, salah satu penyumbang terbesar defisit neraca dagang adalah impor migas yang membengkak. Ini terjadi karena kebijakan reformasi yang tak tuntas.
“Reformasi di era Pak Jokowi hanya berlangsung setahun pertama, setelah itu lupa semua untuk urusan minyak saja. Syukur gas masih surplus sehingga defisit migas 12,2 miliar dolar AS. Angka yang besar juga tentu saja,” tutur Faisal
Terkait apa yang dinyatakan Faisal Basri di Twitter-nya itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution meminta masalah ini tidak dibesar-besarkan. “Emang udah keluar (angka defisit) dagangnya?” katanya, Rabu siang.
Ia pun meminta para pengkritik untuk melihat data defisit neraca perdagangan Indonesia beberapa tahun silam. “Coba lihat tahun 2015, 2014. Kamu tahu berapa defisit transaksi berjalannya? Jangan digede-gedein,” tutur Darmin.
Darmin pernah mengungkapkan, penyebab utama defisit neraca perdagangan November 2018 lebih banyak disebabkan faktor eksternal, bukan karena struktur ekonomi Indonesia lemah.
Kalau dilihat lebih dalam, kata Darmin, ekspor Indonesia ke Cina dan Amerika Serikat memang mengalami penurunan pada November 2018. Musababnya: pengaruh perang dagang yang berimbas kepada permintaan ekspor dari Indonesia.
Namun, nyatanya, penurunan ekspor terbesar bukan terjadi ke kedua negara tersebut, tapi justru penurunan ekspor ke India. Menurut Darmin, penurunan ekspor ke India karena kebijakan bea masuk yang tinggi untuk minyak sawit mentah (CPO) dari Indonesia.
Sementara itu, menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada 20 Desember 2018, defisit neraca perdagangan tersebut karena adanya risiko pertumbuhan ekonomi global yang melandai. Dengan begitu, volume perdagangan dunia semakin menurun.
Dari sisi harga komoditas juga saat ini sedang lebih rendah dari perkiraan. “Kita memang memerlukan upaya-upaya lebih lanjut untuk mendorong ekspor dengan koordinasi bersama pemerintah, termasuk di sektor manufaktur dan yang lainnya,” jelas Perry ketika memberikan keterangan pers mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur bulanan di kawasan kantor BI.
Faisal Basri lewat akun Twitter-nya pada Rabu pagi itu juga menilai, segala upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan defisit perdagangan. “Kecuali memerangi praktek pemburuan rente dan memecat Menteri Perdagangan,” tulisnya. [RAF]