Koran Sulindo – Menuduh telah terjadi kecurangan dalam Pemilu 2019 baik dalam Pilpres maupun Pileg harus bisa membuktikan tuduhan itu dengan alat bukti.
Ukuran diterima atau ditolaknya gugatan pemilu ditentukan si pemohon gugatan itu sendiri. Tentu saja tak cukup hanya dengan klaim semata.
Menurut Juru Bicara Mahkamah Konstitusi MK Fajar Laksono alat bukti itu bisa berupa alat bukti itu bisa alat bukti tertulis, dokumen formulir C1, C1 plano atau form apapun.
Alat bukti lain juga bisa berupa video, rekaman entah melalui HP entah kamera atau bisa juga dengan mengajukan saksi-saksi.
“Ketika hanya klaim, ketika hanya ‘pokoknya anda curang’. Lah buktinya apa? ‘ya nggak ada, pokoknya anda itu curang’, Tidak bisa membuktikan itu berarti. Jadi seperti putusan di 2014 kemarin, pemohon nggak bisa membuktikan dalil permohonannya.” kata juru bicara MK Fajar Laksono, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (23/5).
Hal tersebut disampaikan Fajar saat ditanya mengenai langkah yang harus dilakukan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno jika ingin memenangkan gugatan.
“Ini bukan hanya untuk tim Prabowo. Semua permohonan itu yang pasti kan dalilnya begini. Kalau di persidangan terutama di MK, siapa yang mendalilkan maka dia wajib membuktikan. Bukan orang lain yang membuktikan, tapi dia sendiri,” kata Fajar.
Lebih lanjut Fajar mencontohkan jika pemohon mengaku merasa kehilangan suara di TPS, tentu saja ia harus bisa menunjukkan jumlah suara yang hilang di TPS yang mana dan pada tingkat apa disertai alat bukti.
Untuk membuktikan itu, harus ada alat bukti yang kuat. Jika ada peserta pemilu yang merasa dicuri suaranya, harus bisa membuktikan berapa banyak suaranya yang hilang.
Gugatan sulit diterima jika tuduhan kecurangan hanya berupa klaim tanpa alat bukti.
“Saya misalnya sebagai pemohon, saya kehilangan atau merasa ada kesalahan penghitungan menyebabkan saya kehilangan 100 suara di kecamatan x. Maka saya harus bisa membuktikan 100 suara itu di mana, di TPS mana, di desa mana, atau di proses rekap tingakatan apa. Itu harus ada buktinya,” kata Fajar.
Ia juga menambahkan meski laman pemberitaan bisa dijadikan alat bukti namun bobotnya tidak kuat.
“Nah, itu ya sebagai alat bukti boleh, tapi dia tidak kuat. Tidak kuat untuk membuktikan dalil itu. Yang paling valid itu misalnya C1 kemudian saksi. Saksi itu yang melihat mengalami mendengar langsung apa yang terjadi pada saat itu,” kata Fajar.
Menurutnya soal pembuktian kecurangan, kehilangan maupun kesalahan suara memang tidak gampang apalagi dengan selisih hingga sebanyak 16,5 juta.
Saat ini, MK masih membuka pendaftaran gugatan sengketa hasil pemilu 2019. Pendaftaran untuk gugatan sengketa pilpres dibuka sampai 24 Mei pukul 24.00 WIB sedangkan pileg sampai 01.46 WIB.
Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK pada Kamis ini.
Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan berkas-berkas sebagai syarat mengajukan gugatan. [TGU]