Ilustrasi: Suasana Gerebeg Pancasila/dokumentasi blitarkota.go.id

Koran Sulindo – Sirine mobil patroli polisi meraung-raung keluar dari rumah dinas Wali Kota Blitar. Di belakangnya barisan drum band siswa siswi SMA. Di bagian paling belakang kirab itu sekelompok pria berpakaian serba merah berjalan pelan. Beberapa pria paling depan membawa kotak hitam yang terbungkus rapi dan foto Ir Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia dalam ukuran besar. Di belakang rombongan itu 4 pria menggotong patung garuda dengan background kain hitam dengan ukuran besar juga.

Setelah itu diikuti patung garuda berukuran sedang berjumlah 6 buah, simbol bulan Juni dan garuda yang kecil berjumlah 45 buah, simbol  tahun 1945. Selain itu, juga ada gunungan-gunungan yang menunjukan sila-sila Pancasila dengan jumlah 5 gunungan serta pasukan Tri Sakti yang membawa tameng dan tombak yang menunjukan dari ajaran Bung Karno Tri Sakti.

Setelah itu pawai budaya yang  sekitar 10 tahun terakhir diselenggarakan di Blitar pada malam menjelang 1 Juni itu menyaksikan parade patung-patung garuda. Semua berjumlah 45 buah, simbol tahun lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.

Kirab Bedhol Pusaka itu adalah pembuka kegiatan Grebeg Pancasila, karnaval mengarak panji-panji Pancasila mulai dari rumah dinas Wali Kota menuju kantor Wali Kota.

Mereka menyusuri Jl Sudanco Supriyadi (rumah dinas wali kota), belok kiri menuju Jl Sudirman, lalu belok kanan ke Jl HOS Cokroaminoto, belok kiri lagi menuju Jl Dr Wahidin, lalu belok kanan menuju Jl Merdeka dan finish di kantor Wali Kota. Sampai di kantor Wali Kota, pusaka-pusaka itu diserahkan ke Wali Kota Blitar.

“Kami berterimakasih Presiden telah menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional untuk memperingati lahirnya Pancasila. Libur nasional itu baru dilakukan tahun ini,” kata Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar, seperti dikutip surya.co.id.

Grebeg Pancasila selalu dilakukan hingga dini hari. Setelah kirab Bedhol Pusaka, peserta berkumpul di Balai Kota dilanjutkan dengan macapatan. Selesai macapatan, acara dilanjutkan dengan upacara budaya yang diselenggarakan di sisi utara Alun-alun.

Setelah upacara budaya, sekitar pukul 21.30 WIB, para peserta melakukan kirab lagi mengarak 5 buah tumpeng hasil bumi sambil menyalakan lentera. Kirab ini berakhir di makam Bung Karno.

Sesampai di Makam Bung Karno, gunungan hasil bumi anak diperebutkan oleh masyarakat. Selanjutnya, para peserta akan mengadakan tirakatan yang dilanjutkan dengan kenduri Pancasila yang merupakan puncak rangkaian Grebeg Pancasila. Dalam kenduri Pancasila ini, acara utama adalah mendoakan arwah Bung Karno sebagai bentuk penghargaan bagi penggagas Pancasila.

“Grebeg Pancasila ini sebagai pengingat saja bagi generasi muda. Intinya kami ingin memberikan wawasan ke generasi muda bahwa Pancasila ini sebagai ideologi bangsa yang harus terus diugemi dan dilaksanakan dalam bermasyarakat,” kata Wali kota Blitar.

Event Tahunan

Grebeg Pancasila adalah event tahunan di kota bersemayamnya jasad proklamator bangsa itu. Acara semalam berlangsung meriah. Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru desa dan daerah-daerah berziarah sekaligus mengikuti rangkaian acara Grebeg Pancasila. Menurut tribunnews.com, acara digelar setelah sholat tarawih bersama di Masjid Alun-Alun Kota Blitar dan Masjid Raden Soekemi Sosrodihardjo yang terletak di sekitar Makam Bung Karno.

Antusiasme warga sudah terasa sejak sore. Nining Trisulistiawati (35) mengaku sengaja pulang ke Blitar dari merantau di Bekasi untuk menghadiri acara Grebeg Pancasila itu.

“Ini sudah jadi tradisi kalau Haulan Bung Karno dinanti-nanti tiap tahun. Malah sudah jadi kesempatan berkumpul keluarga. Yang merantau jauh pulang semua. Tradisi selain juga kalau lebaran. Ada tumpengan dan sekalian berdoa di makam Bung Karno. Kami bangga jadi masyarakat Blitar dan warga Bangsa Indonesia,” kata Nining.

Warga lain mengakui ada semangat khusus yang dirasakan ketika memperingati Haul Bung Karno itu.

“Saya dari Malang, pulang ke Blitar kalau pas Haul Bung Karno. Bukan karena banyak kegiatan saja, tapi kan juga ada ziarah ke makam Bung Karno,” kata Hesti Handayani (25).

Triyono (53 tahun,) guru SMAN 3 Kota Blitar, seperti dikutip beritasatu.com, mengatakan acara itu cara mendidik generasi muda untuk mengenal dan mengetahui sejarah dan cara rakyat memandang Indonesia ke depan.

“Lampion kami bertema Bhinneka Tunggal Ika. Kami ingin mengingatkan generasi muda untuk saling menghargai dan menghormati siapa pun. Kita Indonesia. Kita Pancasila,” katanya.

Sementara, Lita (20 tahun), mahasiswi asal Blitar yang sedang belajar di Yogyakarta, mengaku setiap tahun pulang mengikuti acara Grebeg Pancasila. Menurutnya, acara goro-goro sebelum kirab sangat menarik karena menceritakan tentang Pancasila dan asal mula Bung Karno menghasilkan ide Pancasila.

Yudi (60 tahun) selalu mengunjungi makam Bung Karno, tidak saja untuk berdoa, tetapi juga untuk mencari inspirasi. Terakhir mengunjungi kompleks makam tersebut baru minggu lalu. “Saya selalu semangat dan antusias untuk bekerja kalau pulang dari sana,” kata Yudi. [DAS]