Warga Yogya memenuhi Pagelaran Kraton Yogya/pojokviral.com

Koran Sulindo – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan peringatan Gerak Pancasila dari Yogyakarta bisa jadi momentum penggerak bangsa Indonesia untuk mewujudkan pengamalan Pancasila dalam hidup berbangsa dan bernegara.

“Gerakan rakyat DIY berusaha menjadi obat dan penyemangat bahwa Indonesia masih terus akan ada,” kata  Sultan, di Kraton Yogyakarta, Kamis (1/6).

Menurut Sultan, Gerakan Pancasila dari Yogyakarta itu juga membawa pesan kegotong-royongan dalam bentuk semangat nasi bungkus yang dibagikan kepada seluruh masyarakat di Pagelaran Kraton Yogyakarta.

“Kegotongroyongan dengan semangat nasi bungkus bagaikan ombak besar samudra yang menggelora. Kita pernah buktikan semangat itu di saat bencana gempa bumi 27 Mei 2006 dan Erupsi Merapi September 2010, dan sekarang untuk memperingati Hari Lahir Pancasila,” katanya.

Lebih dari 10 ribu warga Yogya berbondong-bondong ke Pagelaran Keraton Yogyakarta memperingati hari lahirnya Pancasila, Kamis (1/6). Begitu antusiasnya warga Yogya, Pagelaran Keraton Yogyakarta tal cukup menampung massa, hingga akhirnya meluber di Alun-alun Utara. Perayaan ini mengingatkan pada Pisowanan Agung pada 20 Mei 1998, sehari sebelum Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya.

Meski acara ini baru dimulai pukul 15.30, toh banyak massa sudah hadir sejak pukul 14.00. Sembari menunggu orasi Sultan. Puluhan pelajar Yogya menghibur massa dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan seperti Maju Tak Gentar, Satu Nusa Satu Bangsa, Padamu Negeri, Garuda Pancasila, bergantian.

Dalam acara itu warga Yogya juga menyatakan ikrar yang dibacakan oleh Ir. Lestanta Budiman. Ada 5 butir pernyataan sikap dari Gerakan Rakyat Pancasila DIY ini, di antaranya menyerukan kepada semua warga bangsa melakukan gerakan nyata membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari. Gerakan Rakyat Pancasila DIY menyerukan kepada penyelenggara negara bersikap tegas kepada siapapun yang berupaya secara terbuka maupun tertutup hendak mengganti dasar Pancasila dan meruntuhkan NKRI serta mengganti Sang Saka Merah Putih.

Sementara itu, dalam orasinya Sultan menekankan, meski penting, Pancasila tidak cukup hanya dengan menggelorakan ikrar, tapi harus diamalkan dalam peri kehidupan oleh setiàp warga negara Indonesia. Demikian pula tak cukup dengan meneriakkan Pancasila sudah final dan NKRI harga mati.

Menurut Sultan, momemtum hari itu sejatinya ingin menggugah bangsa ini bahwa Pancasila adalah jiwa bangsa. Bung Karno menyebutnya Geest atau roh yang mampu memperteguh semangat kebangsaan terhadap pengaruh apa pun yang mengingkari Pancasila sebagai dasar negara serta ideologi dan pandangan hidup bangsa.

“Kita tak cukup hanya teriakkan slogan saja Pancasila Sudah Final, NKRI harga mati, namun kita lupa mengamalkan makna Pancasila dalam hidup sehari-hari,” kata Sultan.

Dalam kesempatan itu Sultan menyayangkan kita memiliki sedikit orang yang memiliki perhatian terhadap tuntutan penerapan Pancasila sebagai ideologi praktis. Prof. Mubyarto adalah contoh cendekia yang peduli dalam mengembangkan ekonomi Pancasila. Namun pemikiran ini miskin responsi dari kalangan intelektual lainnya. Sementara Koentowijoyo pergi dengan meninggalkan sejumlah PR untuk.mengembangkan Pancasila sebagai ideologi praktis.

“Dengan sedikitnya pemikir dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran mengenai Pancasila ini, wajarlah bila masyarakat Indonesia mengalami kesulitan dalam proses implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila perlu ditransformasi ke bentuk dan model-model aplikatif dalam kehidupan. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitis atau politis. Pancasila harus diajak ke bentuk wajah keilmuan,” kata Sultan.

Nasi Bungkus Gotong Royong

Acara memperingati hari lahirnya Pancasila ini diakhiri dengan berbuka puasa bersama dengan menyantap nasi bungkus.

Acara berbuka bersama dengan makan nasi bungkus ini adalah simbol persaudaraan. Usai acara di Pagelaran Keraton, panitia membagikan nasi bungkus dan air mineral kepada seluruh masyarakat yang hadir. Setelah tanda waktu berbuka terdengar, Sri Sultan HB X dan KGPAA Paku Alam X lalu makan bersama-sama dengan masyarakat. Masyarakat yang tidak mendapatkan tempat di Pagelaran karena penuh memilih duduk di Alun-alun Utara.

Ketua Panitia Widihasto Wasana Putra, seperti dikutip kompas.com, mengatakan, salah satu bentuk gotong-royong dalam acara itu adalah masyarakat dengan rela menyumbang nasi bungkus untuk berbuka bersama.

Nasi bungkus yang terkumpul merupakan sumbangan dari masyarakat di setiap Kabupaten dan Kota di DIY. Selain itu juga ada sumbangan dari TNI dan Polri. Total ada sekitar 18.000 nasi bungkus yang terkumpul. Pelaksanaan peringatan lahirnya Pancasila, yang salah satu bentuknya dengan menyumbangkan nasi bungkus, memiliki makna yang dalam, karena gotong-royong merupakan cerminan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila.

“Nasi bungkus dan makan bersama adalah simbol persaudaraan. Sedangkan gotong-royong masyarakat adalah cerminan dari nilai Pancasila,” kata Widihasto. [YUK/DAS]