SETELAH BERKERAS menolak resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) yang dikeluarkan pada 15 November 2023, pemerintah Israel akhirnya menyetujui diadakan gencatan senjata selama 4 hari. Gencatan senjata mulai berlaku Jumat, 24 November.

Resolusi DK-PBB nomor 2712 itu berisi seruan agar diadakan perpanjangan jeda kemanusiaan serta menyerukan pihak Israel dan Hamas mematuhi hukum humaniter internasional.

Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan justru dengan nada sinis menyebut resolusi tersebut tidak ada artinya, dan tidak sesuai dengan kenyataan”.

“Israel tidak memerlukan resolusi untuk mengingatkan kita agar mematuhi hukum internasional. Israel selalu mematuhi hukum internasional. Memulangkan sandera kami adalah prioritas utama Israel. Israel akan terus melakukan apa pun untuk mencapai tujuan ini,” kata Erdan.

Bahkan pihak Israel menyebut PBB telah terjerat strategi Hamas yang dituduh dengan sengaja mengorbankan rakyat sipil untuk memperburuk masalah kemanusiaan.

Angin berbalik ke posisi yang tidak menguntungkan Israel. Desakan internasional untuk diadakannya gencatan senjata semakin menguat setelah semakin banyaknya korban sipil akibat serangan tentara Israel (IDF) termasuk serangan ke RS Indonesia di Gaza.

Israel semakin terdesak dengan bimbangnya negara sekutu Israel yaitu Amerika Serikat (AS) akibat gelombang protes di dalam negerinya. Pemerintahan Biden semakin ragu serta turut mengecam keinginan Israel untuk berkuasa di Gaza.

Israel menyetujui penghentian permusuhan selama empat hari di Gaza dan pertukaran tahanan. Kematian dan kehancuran akibat agresi yang berlangsung selama enam minggu gagal melumpuhkan Hamas. Justru sebaliknya telah memperkuat citra gerakan rakyat Palestina di seluruh dunia.

Gencatan senjata selama empat hari sedikit memberi angin segar bagi penduduk Gaza. Setelah puluhan ribu korban meninggal termasuk anak-anak dan kaum perempuan juga penderitaan akibat blokade, mereka bisa menghindar sementara waktu dari dentuman mortir.

Namun gencatan senjata ini hanya sementara waktu, dikhawatirkan akan dilanjutkan dengan peperangan yang lebih besar. Maka langkah selanjutnya akan sangat penting dalam menentukan hasil akhir dari pertempuran di Gaza.

Kemenangan Politik

Sejak awal Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menyatakan tujuan mereka untuk menghancurkan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina yang bersekutu di Gaza, dan menolak untuk bernegosiasi dengan mereka.

Serangan udara yang berlangsung selama enam minggu terhadap wilayah sipil padat penduduk di Gaza, telah memakan korban jiwa lebih dari 20.000 orang, namun Israel tetap gagal melenyapkan Hamas. Faktanya, pasukan Israel belum mampu menunjukkan satu pun prestasi militer yang signifikan dalam melawan kelompok bersenjata Palestina.

Ketika gerilyawan Hamas mengklaim telah menyerang 355 kendaraan militer Israel selama dua minggu terakhir pertempuran, dan memenunjukkan bukti video. Sebaliknya pasukan Israel gagal membunuh para pemimpin senior Hamas. IDF juga tidak mampu membebaskan sandera, mengungkap jaringan terowongan besar, atau bahkan mempublikasikan bukti bahwa mereka telah membunuh sejumlah besar pejuang Hamas di medan perang.

Perang Gaza diperkirakan menelan biaya sekitar $50 miliar, sekitar 10% dari PDB Israel. Selain itu, militer Israel dilaporkan menderita kehilangan peralatan intelijen dan pemantauan di sepanjang perbatasan utara mereka, akibat serangan yang dilakukan oleh kelompok Hizbullah Lebanon. Ansarallah Yaman juga telah berhasil menyita sebuah kapal di Laut Merah.

Selain itu, kita telah melihat tekanan besar yang diberikan kepada pasukan AS di seluruh Suriah dan Irak, dengan serangan yang terjadi setiap hari terhadap fasilitas militer mereka, dengan tujuan menekan Washington agar mengakhiri serangan Israel di Gaza.

Di seluruh Dunia Arab, masyarakat juga memboikot produk-produk Barat dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, khususnya perusahaan-perusahaan seperti McDonalds yang telah menunjukkan dukungan kepada tentara Israel. Standar ganda yang mencolok dari para elit politik dan ekonomi Barat.

Alih-alih hancur, pasukan Hamas jutru menjadi lebih populer. Serangan dan pemboman Israel terhadap rumah sakit di Jalur Gaza, dengan alasan Hamas seperti Rumah Sakit al-Shifa semakin membuat dunia marah terhadap kekejaman Israel.

Gencatan senjata ini adalah kekalahan pahit yang harus diterima oleh Israel. Terlebih mereka tidak akan mendapat keuntungan apapun dari agresi ke Gaza. Hamas tidak dapat ditumbangkan dan Gaza tidak akan bisa dikuasai Israel. Maka penarikan mundur pasukan Israel adalah langkah realistis apabila Israel tidak ingin kehilangan muka dimata dunia. [DES]