Koran Sulindo – Proses rehabilitasi setelah gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah sudah bisa dimulai bulan depan. Pembangunan tempat tinggal sementara bakal menjadi langkah awal dimulainya proses rehabilitasi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan selain pembangunan tempat tinggal sementara, program rehabilitasi bakal membangun semua infrastruktur sipil seperti sekolah, masjid, dan memperbaiki rumah-rumah yang masih bisa diperbaiki.
Menurut JK, saat ini pemerintah tengah mengerjakan proses pendataan rumah-rumah yang mengalami kerusakan untuk menghitung berapa dana yang mesti disiapkan.
“Anggaran itu nanti disiapkan setelah evaluasi keseluruhan, pendataan, berapa rumah yang rusak, yang hilang berapa, yang rusak ringan, rusak berat, itu baru diketahui anggarannya setelah itu,” kata JK di kantor wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).
Lebih lanjut ia menambahkan, walaupun proses evakuasi akan mulai dihentikan pada tanggal 11 Oktober, namun proses tanggap darurat masih bakal terus lanjut.
Menyikapi soal bantuan yang masih terus dibutuhkan, JK menyebut hal paling penting yang dibutuhkan saat ini adalah dalam bentuk dana.
“Untuk makanan dan tenda-tenda sekarang sudah sangat banyak. Sekarang yang paling penting adalah peralatan rumah tangga dan bahan-bahan untuk bikin barak dan sebagainya, tapi itu tak perlu asing,” kata JK.
Sebelumnya saat menghadiri acara Pelatihan Kepemimpinan Nasional, JK mengkritik lumpuhnya sistem pemerintahan di Sulawesi Tengah pascabencana gempa dan tsunami yang menerjang Palu dan Donggala.
Ia menyebut ketika dirinya mengunjungi Palu memantau penanganan bencana, sementara TNI begitu aktif membantu penanganan bencana, pemda setempat justru tak merespons.
“Ke mana aparat sipil, ke mana kantor gubernur, ke mana kantor wali kota? Ya tentu karena di samping itu mereka ada yang kena aparatnya. Tapi langsung kehilangan kendali pemerintahannya,” kata JK.
Menurut JK, hal tersebut harus menjadi bahan evaluasi bagi pemda setempat apakah kepemimpinan yang baik itu baru terlihat ketika dalam situasi kritis atau dalam keadaan normal.
JK juga mencontohkan berdasarkan pengalaman, lambatnya aparatur sipil menghadapi bencana bukan kali ini saja terjadi. Ia mencontohkan ketika terjadi tsunami di Aceh, pemda setempat juga tidak hadir dan lambat merespon.
“Tentu ini juga menjadi suatu pertanyaan kalau keadaan kritis justru dibutuhkan pemerintahan, tapi pada saat ini hilang pemerintahan atau pemerintahan tidak muncul. Aceh juga begitu. Tetapi gubernur, wali kota tidak bisa bergerak karena anak-anak buah tidak ada,” kata JK.
Lebih lanjut JK menyoroti absennya pemerintah daerah bagaimanapun membuat pemerintah pusat akhirnya turun tangan secara total. Juga pemda-pemda lain yang berada di sekitar lokasi gempa.
“Terpaksa semua didatangkan dari Jakarta, termasuk untuk orang yang hanya jualan bensin. Operator bensin juga harus didatangkan dari luar daerah,” kata dia.
Sementara itu, 10 hari semenjak terjadi gempa dan tsunami melanda Palu pada 28 September 2019 aktivitas warga Kota Palu, Sulawesi Tengah mulai berangsur normal.
Di beberapa tempat geliat ekonomi sudah mulai terlihat seperti mulai dibukanya warung-warung yang sebelumnya tutup. Beberapa sekolah juga terlihat sudah mulai aktif termasuk di beberapa kantor pemerintahan.
Sementara sistem transportasi reguler masih lumpuh, beberapa angkutan online terlihat sudah mulai beroperasi.
Berdasarkan catatan BNPB mencatat korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mencapai 2.010 orang. Saat ini seluruh jenazah tersebut sudah dimakamkan.
Dari jumlah korban meninggal tersebut terdapat 1.601 korban meninggal di Palu, 171 korban di Donggala, 222 korban di Sigi, 15 korban di Parigi Moutong, serta 1 orang di Pasangkayu, Sulawesi Barat. [TGU]