Garin Nugroho dan Janji-Janji Politiknya

Sulindomedia – Sebuah penghargaan bergengsi, Ordre des Arts et des Letters atau penghargaan bidang seni dan sastra dari Pemerintah Prancis, baru saja diterima sineas Garin Nugroho. Dalam penjelasannya kepada wartawan di rumahnya di Jayengprawiran, Yogya, pekan lalu, Garin mengungkapkan bahwa penghargaan kali ini terasa sangat spesial, terutama karena dia bekerja bersama seniman-seniman Yogyakarta yang ternyata memiliki kualitas kelas dunia. “Ini membuktikan anak Yogyakarta bisa berprestasi di tingkat dunia kalau ada fasilitasi dan ruang berkarya,” ujarnya.

Garin merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tersebut. Selain Garin, beberapa tokoh dunia yang pernah menerima penghargaan serupa antara lain Bob Dylan, Elton John, Leonardo di Caprio, Quincy Jones, Sean Connery, dan Wongkar Way.

Pada Selasa malam lalu (26/4/2016), penghargaan itu disematkan Duta Besar Prancis Corinne Breuze dalam sebuah resepsi di kediaman sang duta besar di Menteng, Jakarta Pusat. Dalam keterangan tertulis kepada media, pihak Pemerintah Prancis menganugerahkan  penghargaan itu kepada Garin karena pencapaiannya di bidang perfilman dan penulisan, yang memiliki sisi puitis serta mengandung pesan sosial dan politik.

Menurut Corinne Breuze, Pemerintah Prancis dan masyarakat budaya Prancis menyampaikan penghormatannya kepada tokoh besar perfilman Indonesia dengan menganugerahi Medali Ordredes Arts et des Lettres. Garin dinilai sebagai pemimpin generasi baru sutradara Indonesia serta karya-karyanya diakui di dunia perfilman Indonesia serta dunia. Publik pun menyukai sisi puitisnya dan kepeduliannya ke estetika dalam tulisannya yang sarat pesan sosial dan politik. “Garin memiliki visi pribadi terkait multikulturalisme, politik, dan komunikasi yang dia sebut Indonesia Baru,” ujarnya.

Diungkapkan Garis, dirinya lahir di tengah krisis film Indonesia dan didominasi produksi film seks dan sejenisnya. “Saya hadir, lalu muncul genre film lainnya, jadi itu mungkin yang membuat saya mendapatkan penghargaan dari pemerintah Prancis ini,” kata Garin.

Di dunia perfilman, Garin—yang mengenyam pendidikan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ)—memulai karirnya sebagai sutradara dengan membuat film Cinta dalam Sepotong Roti pada tahun 1991. Film ini menyabet enam Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 1991. Salah satunya untuk kategori film terbaik.

Kesuksesan ini membawa Garin terjun untuk ikut menyertakan film-filmya dalam festival film internasional, di antaranya mengikuti Festival Film Cannes.  Dalam festival film Cannes itu, dua karya filmnya masuk nominasi untuk kategori un certain regard. Yang pertama, pada 1998: film Daun di Atas Bantal. Yang kedua, pada 2006: film Serambi.

Semenjak itulah sosok Garin yang kini maju sebagai bakal calon Wali Kota Yogyakarta untuk Pilkada 2017 semakin diperhitungkan di dunia perfilman, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Terkait dirinya yang kini akan maju mencalonkan dirinya sebagai Wali Kota Yogya, Garin merasa siap dan akan meninggalkan dunia film yang selama ini melambungkan namanya. Dalam pandangannya, Yogya yang merupakan tanah kelahirannya kini sudah luntur toleransinya. Padahal, Yogya sempat dikenal dengan trademark sebagai City of Tolerance, sesuai yang digagas oleh Sultan Hamengkubuwono  IX.

“Banyak yang bilang, trademark itu mulai luntur dari Yogyakarta dan sekaranglah saatnya dibangun kembali, sesuai apa yang disampaikan HB IX dan juga Bung Karno,” ujar Garin.

Karena itulah Garin berpendapat, toleransi harus ditegakkan kembali di Kota Yogya. “Yogya yang memulai toleransi, Yogya yang harus menjamin dan menghidupinya juga,” tutur Garin.

Garin sendiri berjanji, kalau terpilih menjadi wali kota, ia akan mengedepankan prinsip toleransi dan memberikan banyak ruang diskusi untuk masyarakat. Kini, Garin bersama tim pemenangannya tengah fokus pada pengumpulan dukungan 27 ribu KTP sesuai syarat KPU Kota Yogyakarta agar bisa maju dalam Pilkada 2017 nanti. [YUK]