Koran Sulindo – Pergantian nama Istana Olah Raga atau Istora Gelora Bung Karno menjadi Blibli Arena dianggap tak menghormati aspek sejarah bangunan yang digagas oleh Bung Karno.

Menurut Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sampai kapanpun  Istora Gelora Bung Karno harus tetap menjadi bagian sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

Ia menambahkan, seyogyanya pergantian nama itu dikaji kembali.

“Ini kan ada unsur sejarah negara pada bangunan itu. Istora Senayan atau Gelora Bung Karno itu gagasan Bung Karno. Dalam kaitan menjaga sejarah itu, tentu diharapkan tak ada perubahan nama bangunan itu,” kata Taufik di Jakarta, Kamis (17/5).

Taufik menilai pengambilalihan perawatan tidak tepat jika sampai harus mengubah nama bangunan tersebut. Itu membuatnya tak bisa dibandingkan perubahan nama venue-venue di tempat lain.

Sebelumnya, Pusat Pengelola Kawasan Gelora Bung Karno mencoba menggagas solusi atas persoalan perawatan sejumlah arena olahraga dengan menggandeng sponsor swasta.

Mereka diharapkan membiayai mulai renovasi hingga perawatan fasilitas tersebut. Blibli Arena bersedia menjadi sponsor dengan membantu pembiayaan termasuk maintenance.

Timbul polemic setelah sponsor masuk berniat mengubah nama Istora Gelora Bung Karno.

Bung Karno memerintahkan pembangunan kawasan sebuah kawasan olahraga untuk menyambut Asian Games ketika Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah pada 1962. Tak cuma Istora, Bung Karno juga memerintahkan pembangunan stadion sepak bola, lapangan panahan, stadion tenis hingga Hotel Indonesia.

Hingga 56 tahun kemudian, bangunan peninggalan sejarah itu masih berdiri kokoh.

Menyambut gelaran olah raga terbesar di Asia yang kembali digelar di Indonesia pada tahun 2016, venue-venue itu kembali mengalami renovasi besar-besaran.

Untuk renovasi saja memerlukan upaya yang sangat rumit karena banyak bagian bangunan seperti tiang-tiang pancang yang tidak boleh dirobohkan karena merupakan bagian dari warisan sejarah.

Direktur PPK GBK Gatot Tetuko memastikan Istora Gelora Bung Karno belum berganti nama menjadi Blibli Arena meski mengatakan tetap mempertimbangkan pergantian itu.

Mereka hanya menyebut kerjasama dengan swasta itu bakal meringankan beban mengelola kompleks olahraga itu membutuhkan biaya operasional hingga Rp120-Rp130 miliar per tahun.

“Sampai saat ini, belum ada kok. Jawaban saya begitu saja, kami belum ada keputusan,” kata Gatot seperti dilansir BolaSport.com.

Gatot menambahkan PPKGBK belum mencapai kata sepakat terkait soal hak pergantian nama Istana Olahraga Gelora Bung Karno.

“Memang banyak pihak yang ingin melakukan naming rights venue di GBK, tetapi sampai saat ini belum ada,” kata Gator.

Menurutnya meski Istora Senayan berstatus cagar budaya, naming rights oleh pihak swasta tetap diperbolehkan.  Ia mengklaim naming rights merupakan bentuk kontribusi pihak swasta menjaga kawasan GBK.

“Jadi, kalau mereka menggunakan naming rights itu, nanti dananya dipakai untuk pengoperasian venue-venue yang ada di GBK,” kata dia.(TGU)