Koran Sulindo – Selama ini perhatian publik tertuju pada sejumlah anggota DPR yang disebut menerima aliran dana kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).
Karena jumlah penerimanya cukup banyak, Ketua KPK Agus Rahardjo sampai mewanti-wanti akan banyak nama besar yang disebutkan dalam dakwaan dua tersangka– Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, dan Sugiarto (Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri)—yang akan dibacakan JPU KPK di persidangan Tipikor Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017. Karena itu, Agus khawatir nama-nama besar itu justru akan memicu goncangan politik.
Namun, kenyataannya, berdasarkan dokumen yang beredar itu, justru para pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima aliran dana proyek itu melebihi jumlah yang diterima anggota DPR, hingga mencapai jutaan dolar.
Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, misalnya, diduga sedikitnya menerima US$ 2 juta. Duit haram itu diserahkan Andi Agustinus alias Andi Narogong bulan Maret 2011, melalui Afdal Noverman, dengan maksud agar pelelangan pekerjaan penerapan e-KTP tidak dibatalkan Gamawan.
Sedangkan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, disebut beberapa kali menerima aliran dana, yang jumlahnya mencapai sekitar US$ 1,2 juta. Peran Diah dalam perkara rasuah ini terbilang cukup penting. Berdasarkan dokumen itu, sebanyak dua kali pengajuan anggaran proyek itu yang menggunakan tahun jamak selalu ditolak. Untuk mengantisipasi hal itu, Andi Agustinus mengalirkan US$ 1 juta ke Diah Anggraeni.
Cara itu terbukti efektif. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo kala itu langsung mengirimkan surat bernomor S-36/MK.2/2011 yang ditujukan ke Gamawan Fauzi. Pada intinya memberi izin kepada Kementerian Dalam Negeri melaksanakan kontrak tahun jamak untuk proyek e-KTP. Total anggarannya mencapai sekitar 5,95 miliar.
Itu sebabnya, penyidik KPK berkali-kali memeriksa Diah Anggraeni untuk memastikan kejelasan keterlibatannya. Diah diperiksa selama empat kali. Ia kali pertama diperiksa pada Juli 2014, lalu berlanjut pada 24 Oktober, dan 14 Desember. Terakhir Diah diperiksa pada Januari 2017. Ketika itu ia mengatakan, “Hanya untuk melengkapi data.”
Sejumlah pejabat Kemendagri lainnya, termasuk Irman dan Sugiarto, juga menerima sejumlah dana ratusan ribu dolar. Juga tercantum nama Drajat Wisnu Setyawan dan Husni Fahmi. Aliran dana untuk sejumlah pejabat Kemendagri yang terlibat dalam proyek itu juga tidak kurang dari US$ 1 juta dolar.
KPK telah memantau dugaan korupsi proyek e-KTP selama tiga tahun, bahkan sejak proses tendernya yang sempat kisruh dan dibawa ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lalu, kecurigaan lembaga ini kian memuncak setelah Kejaksaan Agung menerbitkan surat penghentian penyidikan selepas memeriksa Irman yang kala itu Pelaksana Tugas Dirjen Dukcapil.
Total nilai yang dikemplang dari proyek itu diperkirakan mencapai sekitar Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek sekitar Rp 5,9 triliun. Saksi yang diperiksa dalam perkara ini juga mencapai sekitar 300 orang. Berdasarkan besarnya aliran dana yang dikorupsi serta banyaknya orang yang terlibat, proyek ini bisa digolongkan sebagai skandal mega-korupsi. [IH/KRG]