Koran Sulindo – Sebagian negara kini diminta berhati-hati untuk membina kerja sama ekonomi dengan Tiongkok. Sri Lanka disebut menjadi contoh nyata dan menjadikannya sebagai pengalaman yang serius lantaran kini terperangkap atas utang Tiongkok.
Itu sebabnya, seorang profesor dari Universitas Peking, Jaime Florcruz mengingatkan Filipina ketika menjalin kerja sama dengan Tiongkok. Peringatan itu disampaikan menjelang kunjungan Presien Xi Jinping ke Filipina.
“Perjanjian yang dihasilkan atas kunjungan Jinping ke Filipina harus nyata dan memiliki manfaat jangka panjang,” kata Jaime Florcruz seperti dikutip abs-cbn.com pada Selasa 920/11).
Dikatakan Florcruz, pemerintah Filipina harus belajar kepada kisah Sri Lanka agar tidak terjebak dalam perangkap utang Tiongkok. Apa yang dihadapi Sri Lanka hari ini mesti menjadi kisah peringatan sehingga pemerintah harus “pintar” ketika berhadapan dengan pemerintah Tiongkok.
“Harus ada keyakinan bahwa kita memang mampu membayar utang,” katanya.
Sebagai negara berkembang, Sri Lanka mengandalkan utang miliaran dolar dari Tiongkok untuk membangun berbagai proyek infrastruktur. Akan tetapi, pada tahun lalu, pemerintah Sri Lanka menyewakan pelabuhan Hambantota kepada operator Tiongkok selama 99 tahun sebagai cara membayar utang kepada negara itu.
Kejadian seperti ini tidak hanya menimpa Sri Lanka semata. Negara lain pun mengalami nasib serupa ketika berurusan dengan Tiongkok. Kunjungan Jinping ketika Filipina diperkirakan akan menghasilkan nota kesepahaman tentang Belt and Road Initiative.
Sepanjang tidak merugikan kedaulatan Filipina, nota kesepahaman yang dibuat itu, kata Florcruz akan disambut baik. Dalam KTT APEC, Wakil Presiden AS Mike Pence menuduh Tiongkok “menjebak” negara-negara miskin lewat pinjaman. Akan tetapi, Jinping menolak pinjaman itu sebagai “jebakan” dan sama sekali Tiongkok tidak punya agenda tersembunyi atas pinjaman itu.
Sementara Jinping mengecam aksi proteksionisme yang dijalankan pemerintah AS di bawah Donald Trump yang disebutnya sebagai kebijakan yang ditakdirkan gagal.
Kisah pahit yang dialami beberapa negara yang berutang kepada Tiongkok umumnya berkaitan dengan proyek infrastruktur. Selain Sri Lanka, Angola, Zimbabwe dan Nigeria bernasib sama. Berbeda dengan Sri Lanka, Angola dan Zimbabwe karena tidak mampu membayar utangnya kepada Tiongkok, justru memilih menggantikan mata uangnya menjadi yuan.
Sementara Nigeria, ketika menerima utang dari Tiongkok, maka syarat yang diajukan ketika tidak mampu mengembalikan utangnya adalah bersedia menerima bahan baku dan buruh kasar dari Tiongkok. Karena tidak mampu membayar utang, di Nigeria, bahan baku dan buruh kasar proyek infrastruktur semuanya berasal dari Tiongkok. [KRG]