PRESIDEN SOEKARNO begitu dekat dengan para ulama, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Hasyim Asy’ari. Menurut A. Khoirul Anam, Bung Karno pernah nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Presiden RI pertama ini juga meminta amalan doa-doa khusus kepadanya. Bahkan, Bung Karno pernah berpuasa selama empat puluh hari di sana.
Itu sebabnya, ketika menghadapi persoalan penting, Bung Karno selalu berkonsultasi dengan Mbah Hasyim, panggilan akrab K.H. Hasyim Asy’ari. Misalnya, saat Bung Karno akan memutuskan kapan proklamasi kemerdekaan mesti dikumandangkan, dan saat menghadapi situasi politik terkait kedatangan Pasukan Sekutu yang dikomandoi Inggris.
Dalam dialog antara Sukarni dan Bung Karno di buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia,” Cindy Adams menyebut penentuan hari proklamasi bertanggal 17 Agustus 1945 yang bertepatan hari Jumat tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriah itu merupakan hasil istikharah para ulama. Salah satunya, pendiri NU Kyai Hasyim Asy’ari.
Ceritanya bermula pada 8 Agustus 1945, atau di awal bulan Ramadhan tahun itu, Bung Karno mengirim beberapa utusan untuk menemui Kyai Hasyim. Tujuannya antara lain memohon istikharah para ulama tentang hari baik untuk membacakan teks proklamasi kemerdekaan. Desakan para pemuda dinilai Bung Karno tak cukup.
Aguk Irawan M. N. dalam bukunya “Penakluk Badai: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari,” menyebut Bung Karno sejak awal sudah mendiskusikan soal hari kemerdekaan dengan Mbah Hasyim. Utusan yang dikirim Bung Karno padanya di awal Ramadhan, 8 Agustus 1945, diberi mandat menanyakan hasil istikharah para ulama mengenai hari baik untuk proklamasi kemerdekaan.
Para ulama akhirnya memilih hari dan tanggal tersebut sebagai saat tepat proklamasi Indonesia. Pertimbangan mereka, hari Jumat merupakan hari penuh berkah. Selain itu, proklamasi di bulan Ramadhan juga merupakan momen istimewa. Ramadhan disebut bulan paling utama di antara bulan-bulan yang lain, sebab di situ berlangsung banyak peristiwa bersejarah bagi kaum muslimin.
Aguk Irawan M.N. menulis dalam bukunya tadi, para ulama pun memilih hari Jumat, 9 Ramadhan 1364 H yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945. “Lihatlah apa yang dilakukan Bung Karno dan ribuan orang di lapangan saat itu. Dalam keadaan puasa semua berdoa dengan menengadahkan tangan ke langit untuk keberkahan negeri ini,” tulisnya.