Koran Sulindo – Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggelar konferensi pers menyatakan bahwa Irjen (Pol) Firli Bahuri melakukan pelanggaran etik berat menuai kritikan dari pimpinan DPR.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan seandainya Firli benar melanggar kode etik, KPK seharusnya sudah bisa menyampaikan jauh-jauh hari sebelum Firli menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon pimpinan KPK. Sikap KPK tersebut semakin menunjukkan bahwa lembaga anti rasuah itu sudah berpolitik.
“Habis sudah KPK. Semakin kentara sebagai gerakan politik,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Sikap KPK terhadap Firli kali ini mirip dengan sikap lembaga tersebut kepada Budi Gunawan (BG) dulu. Saat itu, Ketua KPK Abraham Samad langsung menetapkan BG sebagai tersangka korupsi ketika dicalonkan presiden sebagai Kepala Polri.
“Kasus Budi Gunawan kembali terulang. KPK sangat benci dengan Polri. Dulu, Budi Gunawan dengan begitu meyakinkannya dituduh dan difitnah, padahal sedang di-fit and peoper test di DPR,” katanya.
Penetapan tersangka oleh KPK terhadap Budi tersebut, akhirnya tidak sah dan dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan, KPK, hingga kini tidak bisa mencari bukti dugaan korupsi Budi Gunawan.
“Dengan pembeberan barang bukti yang dramatis, tapi akhirnya omong kosong dan kalah di praperadilan. Sekarang kasus itu terulang kepada Firli,” kata Fahri.
Membunuh Karakter Politik
Sementara itu anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Hendardi mempertanyakan alasan lembaga antirasuah itu baru mengumumkan pelanggaran etik yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Firli Bahuri sekarang.
“Cara begini mau coba membunuh karakter politik orang, menyudutkan, ini tidak benar juga kalau caranya begini. Kenapa tidak waktu uji publik dan wawancara itu langsung dibalas?” kata Hendardi di sela diskusi Setara Institute, di Jakarta, Kamis (12/9/2019), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Hendardi, saat uji publik dulu semestinya KPK segera membantah perkataan Firli Bahuri tentang tidak pernah dinyatakan melanggar etik oleh pimpinan KPK, bukan setelah 10 nama capim diserahkan kepada DPR RI. KPK sebelumnya telah menyerahkan rekam jejak capim KPK kepada pansel.
Ia mengaku sempat menanyakan kasus pelanggaran etik Firli dan mendapat jawaban belum berkekuatan hukum tetap karena sebelum diputus, jenderal bintang dua itu ditarik ke kepolisian.
Menurut Hendardi, ia juga menanyakan langsung kepada Firli dan dijawab senada, proses belum sampai ke dewan pertimbangan sehingga belum berkekuatan hukum tetap.
“Kesimpulannya belum berkekuatan hukum tetap dan kalau belum berkekuatan hukum tetap orang tidak bisa dinyatakan bersalah,” kata Hendardi.
Ia menegaskan tugas pansel capim KPK sudah selesai dan sudah tidak berwenang mengutak-atik lagi nama-nama capim KPK. Bola api itu kini berada di DPR.
Sebelumnya pada Rabu (11/9/2019), KPK menggelar konferensi pers dan mengumumkan Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat saat bekerja di lembaga penegakan hukum tersebut. Menurut KPK, Firli melakukan pertemuan dengan gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi saat KPK melakukan penyelidikan dugaan TPK terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT NNT pada tahun 2009-2016.
Firli lalu bertemu Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar di ruangan di KPK selama sekitar 30 menit sebelum Bahrullah Akbar diperiksa oleh penyidik.
Pertemuan selanjutnya juga terkait kasus lain yaitu pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta yaitu Firli bertemu dengan seorang pimpinan partai politik. [CHA/Didit Sidarta]