Enam Terdakwa Jiwasraya Rugikan Negara Sebesar Rp16 Triliun

Ilustrasi: Kantor Pusat Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/1/2019)/ANTARAFOTO

Koran Sulindo – Sebanyak enam orang terdakwa perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara senilai total Rp16,807 triliun.

“Terdakwa Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16.807.283.375.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Bima Suprayoga, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/6/2020).

Keenam terdakwa seluruhnya sepakat mengajukan nota keberatan.

Laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada 9 Maret 2020, dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2018, menemukan kerugian sebesar Rp16.807.283.375.000.

Persidangan dengan menghadirkan keenam terdakwa, yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto.\

Dalam perkara tersebut, terdapat tujuh perbuatan yang dilakukan oleh keenam terdakwa/ Pertama, Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Joko Hartono Tirto melakukan kesepakatan dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan dalam pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana PT Asuransi Jiwasraya (AJS) yang tidak transparan dan tidak akuntabel.

Kedua, pengelolaan saham dan reksa dana itu dilakukan tanpa analisis yang didasarkan pada data objektif dan profesional dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP), tetapi analisis hanya dibuat formalitas bersama.

Ketiga, Hendrisman, Hary dan Syahmirwan juga membeli saham BJBR, PPRO dan SMBR telah melampaui ketentuan yang diatur dalam pedoman investasi, yaitu maksimal sebesar 2,5 persen dari saham beredar.

Keempat, keenam terdakwa melakukan transaksi pembelian dan/atau penjualan saham BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU dengan tujuan mengintervensi harga yang akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.

Kelima, keenam terdakwa mengendalikan 13 manajer investasi dengan membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS, agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi “underlying” reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto.

Keenam, Henderisman, Hary dan Syahmirwan tetap menyetujui transaksi pembelian/penjualan instrumen keuangan underlying 21 produk reksadana yang dikelola 13 manajer itu merupakan pihak terafiliasi Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro walau pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.

Ketujuh, terdakwa Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan telah menerima uang, saham dan fasilitas dari Heru Hidayat, Benny Tjokrosatpuro melalui Joko Hartono Tirto terkait dengan kerja sama pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS Tahun 2008 sampai dengan tahun 2018.

Sejak 2008 sampai 2018 Hendrisman, Hary dan Syahmirwan telah menggunakan dana-dana hasil produk PT AJS berupa produk nonsaving plan, produk saving plan maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp91.105.314.846.726,70 di antaranya untuk melakukan investasi saham, reksa dana maupun Medium Term Note (MTN).

Antara 2008-2018 Hendrisman, Hary dan Syahmirwan sepakat untuk menyerahkan pengaturan pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto, sehingga jual beli saham dilaksanakan atas informasi, instruksi dan arahan Joko Hartono kepada Lusiana ataupun Agustin Widhiastuti untuk melakukan pembelian dengan pihak-pihak tertentu yang telah diatur oleh Heru dan Benny Tjorosaputro.

Dalam melakukan pengaturan pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS, Hendrisman, Hary dan Syahmirwan memilih manajer investasi yang khusus mengelola dana PT. AJS.

Pengelolaan dan pengaturan saham sepenuhnya diserahkan kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, sehingga manajer investasi yang dipilih tidak mengetahui secara pasti nama saham yang ditempatkan, kualitas dan jumlah saham yang ditempatkan ke dalam reksa dana.

Saham yang dibeli adalah saham IIKP, TRUB, BKDP, ENRG, BNBR, TRAM dan PLAS milik Heru Hidayat secara langsung melalui broker, yakni PT HD Capital dan PT Dhanawibawa Sekuritas yang ditunjuk oleh Joko Hartono Tirto melalui pasar negosiasi yang ditempatkan di Bank Mandiri (Bank Kustodian) atas nama PT AJS tanpa dilakukan kajian maupun analisis memadai dan profesional yang tertuang dalam NIKP.

Atas perbuatan itu, Hendrisman Rahim mendapat keuntungan Rp5.525.480.680 dari Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto yaitu uang sebesar Rp875.810.680 dan saham PCAR 1.013.000 lembar senilai Rp.4.590/lembar pada tanggal 24 Januari 2019 senilai Rp4.649.670.000.

Selanjutnya, Syahmirwan mendapatkan pertama uang dan saham seluruhnya sebesar Rp4.803.200.000 dari Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto yang terdiri atas uang sebesar sebesar Rp3.800.000.000 dan saham PCAR 220.000 lembar senilai Rp.4.560,00 per lembar pada tanggal 26 Februari 2019 senilai Rp1.003.200.000

Sedangkan Hary Prasetyo pertama menerima uang sebesar Rp2.446.290.077 dari Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto yang masuk ke rekening efek atas nama Hary pada PT Lotus Andalas Sekuritas (sekarang PT Lautandhana Sekuritas).

Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pencucian Uang

Sementara itu khusus untuk terdakwa Benny Tjokorosaputro dan Heru Hidayat juga didakwakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Heru Hidayat adalah pihak yang mengatur dan mengendalikan instrumen pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS pada 2010-2018. Heru juga memiliki 15 perusahaan yang termasuk dalam Maxima Group.

Atas perbuatannya, Heru didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai tindak pidana pencucian uang aktif, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.

Sementara Benny Tjokrosaputro juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.

Benny mengatur dan mengendalikan instrumen pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS pada 2012-2018. Benny juga pemilik dan pengendali perusahan lain, seperti PT Pelita Indo Karya, PT Royal Bahana Sakti, PT Surya Agung Maju, PT Buana Multi Prima, PT Lentera Multi Persada, PT Mandiri Mega Jaya, dan beberapa perusahaan lainnya.

Sejak 2008 sampai dengan 2018, PT AJS telah mengumpulkan dana dari hasil produk PT AJS berupa produk “non saving plan”, produk “saving plan”, maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp91.105.314.846.726,70.

PT AJS melakukan investasi dengan membeli saham-saham dan Medium Term Note (MTN) yang dijadikan portofolio PT AJS secara langsung dalam bentuk KPD, RDPT maupun reksa dana konvensional yang telah diatur dan di bawah kendali Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat melalui Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto.

Pengaturan dan pengendalian Investasi saham dan Reksa Dana PT AJS itu terjadi karena ada kesepakatan dengan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, dan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014.

Uang Rp16,807 triliun tersebut diterima Benny dan Heru melalui rekening atas nama Benny, Heru dan beberapa nama “nominee” dan ditempatkan menjadi sejumlah bentuk.

Latar Belakang

Dalam kasus ini, penyidik menduga telah terjadi korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jiwasraya diduga tak berhati-hati dalam mengelola keuangan dari para nasabah mereka sehingga berujung gagal bayarnya Jiwasraya kepada para pemegang polis.

Jiwasraya diduga tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan yaitu pertama menempatkan saham sebanyak 22,4 persen dari aset finansial atau senilai Rp5,7 triliun. Lima persen di antaranya ditempatkan di saham perusahaan dengan kinerja yang baik.

Kedua, terkait penempatan untuk reksadana sebanyak 59,1 persen dari aset finansial atau senilai Rp14,9 triliun. Dua persen di antaranya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja yang baik sedangkan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

Dalam proses penyidikan, sejumlah aset milik para tersangka sudah disita seperti mobil mewah hingga sertifikat tanah. Aset yang disita antara lain mobil Mercedes Benz, mobil Toyota Alphard, dan motor Harley Davidson, mobil Mercedes Benz dan mobil Toyota Alphard.

Penyidik juga memblokir 156 bidang tanah milik Benny Tjokro. Selain itu, Kejagung memblokir 35 rekening bank milik 5 tersangka.

Dalam kasus ini ada satu tersangka lain yaitu Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto namun berkasnya masih dalam tahap penyidikan. [RED]