Koran Sulindo – Sebuah pameran bersama digelar oleh 6 perupa ternama di Bale Banjar Sangkring, Nitiprayan, Yogya, dari 15 – 30 April mendatang. Ke-6 perupa itu adalah Anggar Prasetyo, Bob Yudhita Agung, Bunga Jeruk, Fientje Likawati, Putu Sutawijaya dan Yustoni Volunteero.
Yang menarik, pada pameran ini meski berlangsung dalam satu atap, namun masing-masing perupa mendapatkan satu ruang tersendiri. Dengan begitu, ke-6 perupa yang merupakan angkatan 1991 di Institut Senirupa Indonesia (ISI) Yogya tetap mempertahankan karakter masing-masing karya agar tetap berdiri sendiri. Mereka juga konsisten mengeksplorasi yang sejak dulu digeluti.
“Pameran tunggal secara kolektif ini pada akhirnya menjadi bentuk nyata dari spirit ruang paling baru di Sangkring Art ini,” ujar Putu Sutawijaya, pemilik Sangkrimg Art Space.
Putu sendiri yang terlibat dalam pameran ini menampilkan sekitar 6 karya lukisan. Menurut Maria Carmelia, selaku kurator, karya-karya Putu Sutawijaya yang dipamerkan merupakan sebuah perjalanan basah. Di sini, Putu memilih melukis ‘pemandangan tanpa bermaksud bergabung menjadi bagian dari pelukis mooi Indie, ternyata tetap membuat Putu Sutawijaya tak bisa mengelak selain dari hujan juga dari warna hijau yang tak pernah disukai. Menurut Carmelia, selama melukis di ruang terbuka Putu menjadi memperhatikan bahwa selain hujan yang turun terus menerus sepanjang tahun, warna hijau juga telah berubah menjadi sesuatu yang lain.
“Teror hujan inilah yang akhirnya membawa Putu Sutawijaya pada pemikiran tentang betapa sakitnya lingkungan kita saat ini. Kita dapat menemukan banyak catatan mengenai alam yang sedang berubah. Bahkan mungkin tanpa kita sadari kita juga sedang membaca catatan-catatan perubahan ini yang ada di sekitar kita. Tak lupa Putu Sutawijaya yang mencatatnya dalam bentuk yang paling dikuasainya,” ujar Carmelia.
Bersama namun tunggal yang dimaksud adalah para perupa tersebut memamerkan karyanya meski dalam satu gedung, namun masing-masing mendapat satu ruang sendiri.
Pada ruang lain, dengan mengamati karya-karya Yustoni Volunteero, Sinta Carolina (kurator) menilai sosok Yustoni adalah perupa penjelajah yang selalu mencari dan menampilkan hal-hal baru dalam karya-karyanya. “Goresan mirip gambar anak-anak dengan warna-warna cerah terkesan playfull sekaligus misterius dan absurd pada karya-karyanya adalah hasil penjelajahannya dalam senirupa,” tutur Sinta.
Bagaimana dengan Bunga Jeruk? Menurut Sita Sari, lukisan-lukisan panjang yang berporos pada petualangan imajinatif seorang gadis dihadirkan Bunga Jeruk sebagai rekaman atas retrospeksi perjalanan hidup dan karirnya sekaligus untuk menantang dirinya sendiri. “Sekali lagi tampil ke publik dalam pameran tunggal setelah sekian lama Bunga Jeruk enggan menampilkan bentuk karya yang lain, sebab yang sejati untuknya lukisan adalah medium yang paling nyaman dan intim untuk menuangkan ekspresinya,” tutur Sita.
Sementara itu anak-anak menghadirkan keceriaan dan kejujuran karena kepolosan, kemurnian dan kesederhanaan mereka adalah kalimat kunci yang menjadi konsep pameran Fientje Likawati kali ini.
Menurut Opee Wardany, anak-anak yang dihadirkan Fientje Likawati didominasi warna-warna lukisan yang alamiah, tak banyak, serta cenderung monokrom. Ditambah pula dengan latar obyek karya yang kosong, close up wajah serta penggambaran yang halus dan tak terperinci pada mimik wajah. Mata yang menjadi fokus detil wajah memancarkan kesejatian jiwa sang tokoh yang dilukiskan. Tak berhenti pada sosok individu, anak-anak itu dilukiskan dalam kondisi kini yang memberikan banyak pilihan dalam genggaman dengan kehadiran teknologi komunikasi.
Adapun Bob Yudhita Agung kali ini mencoba sedikit keluar dari jalur pelukis-akademiknya dengan mengeksplorasi teknik automatisme yang meracaukan narasinya sendiri. Sedangkan Anggar Prasetyo bereksplorasi dengan distorsi visual, memadukan teknik embos dan pencahayaannya. Ia seolah ingin membuat trik mengelabuhi mata untuk membicarakan ihwal persepsi.
Itulah karya-karya yang dihadirkan 6 perupa yang menampilkan kekhasan masing-masing. [YUK]