POLITISI senior PDI Perjuangan Emir Moeis mengatakan, PDIP adalah partai yang paling demokratis dalam memilih ketua umum. “Empat kali berturut-turut, pemilihan ketua umum selalu aklamasi. Padahal, dewan-dewan pimpinan cabang benar-benar berhak menentukan pilihan secara bebas dan rahasia,” tutur pemilik nama engkap Izedrik Emir Moeis ini.
Dalam peringatan 17 tahun Banteng Muda Indonesia (BMI) di Menteng, Jakarta, Kamis lalu (30/3), Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan, dirinya sebenarnya sudah pensiun sejak tahun lalu. “Orang bilang, masa Bu Mega terus jadi ketua umum. Saya sebetulnya pensiun tahun lalu karena tidak mudah memimpin di republik ini,” ujar Megawati.
Ternyata, pernyataan Presiden Kelima Republik Indonesia itu memunculkan spekulasi dari berbagai pihak, termasuk dari media massa. Media massa yang gencar berspekulasi soal ini antara lain kompas.com dan tempo.co. Bahkan, salah satu artikel yang dituliskan kompas.com berjudul “Mungkinkah Jokowi Jadi Ketua Umum PDI-P?”
Tak ketinggalan juga Kompas TV. Dalam acara Satu Meja, Senin malam lalu (3/4), Kompas TV juga membahas soal yang sama, dengan topik “Megawati Pensiun”, yang dipandu Budiman Tanuredjo. Narasumbernya: Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto; pengamat politik CSIS J. Kristiadi, dan; pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek.
Menanggapi berita yang berkembang tersebut, politisi senior PDI Perjuangan Emir Moeis mengatakan, PDI Perjuangan adalah partai yang paling demokratis dalam memilih ketua umum. “Empat kali berturut-turut, pemilihan ketua umum selalu aklamasi. Padahal, dewan-dewan pimpinan cabang benar-benar berhak menentukan pilihan secara bebas dan rahasia,” tutur Emir.
Baca Juga : Emir Moeis: Setiap Perubahan Zaman Selalu Ada Peluang bagi UMKM
Diungkapkan pula oleh Emir, PDI Perjuangan mungkin satu-satunya partai politik yang tak membutuhkan adanya dana atau duit bagi siapa yang ingin menjadi ketua umum. “PDI Perjuangan adalah partai politik yang paling cerdas dan elegan dalam memilih ketua umum. Sejarah sudah membuktikan ini,” kata Emir.
Pengamat, lanjutnya, tak perlulah repot-repot memberikan ulasan seolah paling lebih tahu internal PDI Perjuangan. “Pasca-Megawati, cabang-cabang bisa memilih siapa yang akan menjadi ketua umum. Kami pasti bisa memilih! Jadi, pasca-Megawati, jangan ada kader karbitan atau kader indekosan yang mau menjadi ketua umum dengan mengandalkan uang dan kekuasaan. DPC-DPC tidak haus akan hal tersebut,” ujar Emir.
Kalaupun Jokowi menjadi ketua umum dan terpilih, tambahnya, itu karena anggota partai melihat dia mampu, berideologis, terbukti, serta teruji dalam membela partai. “Bukan mentang-mentang dia presiden lantas bisa begitu saja melenggang menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan. Sejarah membuktikan, sepuluh tahun PDI Perjuangan menjadi oposisi, tidak ikut menjadi eksekutif, kami bisa tetap konsisten, tidak tergiur uang dan kekuasaan. Jangan coba-coba mengintimidasi pasca-Ibu Mega, apa pun jabatannya, berapa pun uangnya, dan apa pun senjatanya. Kader-kader tidak takut untuk melibasnya kalau mau coba-coba main duit dan kekuasaan serta melakukan intimidasi dalam pemilihan ketua umum untuk kepentingan kelompoknya,” ungkap Emir. [PUR]