MANTAN Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej berhasil memenangkan gugatan praperadilan terhadap status tersangka yang dilekatkan pada dirinya.
Hakim Pengadilan Tinggi (PN) Jaksel menilai pasal yang dipergunakan KPK guna penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Putusan sidang praperadilan ini dibacakan oleh Hakim Tunggal, Estiono di Ruang Sidang Utama PN Jaksel, Jakarta, Selasa (30/1).
Eddy sebelumnya mengajukan gugatan karena tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“Hakim sampai pada kesimpulan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka tak sah dan mempunyai kekuatan hukum,” ujar Hakim Estiono.
Dalam pertimbangan hakim, KPK dianggap tak memiliki cukup bukti dalam penetapan tersangka yang diatur pada Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Begitupula pasal yang dipergunakan KPK guna penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Adapun, pasal yang digunakan KPK yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Eddy Hiariej telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka penerima suap. Dia diduga menerima duit hingga Rp8 miliar yang dibagi beberapa kali untuk sejumlah keperluan yang melibatkan bos PT CLM, Helmut Hermawan.
Eddy disebut membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH). Pemblokiran itu dilakukan setelah adanya sengketa di internal PT CLM. Kemudian, berkat bantuan dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, pemblokiran itu pun dibuka.
Penerimaan pertama Eddy dilakukan setelah dia setuju memberikan konsultasi administrasi hukum umum sengketa kepemilikan PT CLM. Ketika itu Helmut memberi uang sebesar Rp4 miliar.
Kemudian, Eddy juga menerima Rp3 miliar untuk menghentikan proses hukum yang melibatkan Helmut di Bareskrim Polri melalui penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). [DES]