Koran Sulindo – Di hadapan ribuan civitas akademika Univesitas Nasional Mokpo (MNU), Korea Selatan, November 2017 lalu, Megawati Soekarnoputri tenang dan lancar memaparkan Pancasila sebagai puncak pemikiran politik Bung Karno. Menurut Megawati, lima prinsip Pancasila adalah saripati demokrasi Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila.
“Pemikiran politik Bung Karno merupakan antitesa terhadap imperialisme dan kapitalisme, yang menjadi akar kemiskinan bangsa-bangsa terjajah, termasuk di indonesia,” katanya.
Namun saat mulai menjelaskan sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan beradab,” suaranya terdengar parau. “Prinsip ini merupakan komitmen Indonesia untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk bangsa-bangsa lain,” katanya seperti menahan tangis.
“Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa,” kata Megawati, yang langsung disambut tepuk tangan para hadirin.
Hari itu Presiden ke-5 RI tersebut dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa (DHC) di bidang demokrasi ekonomi dari univesitas di Korsel itu. Ia dinilai konsisten memperjuangkan Ekonomi Pancasila sebagai alternatif bagi sistem ekonomi kapitalisme yang berkembang saat ini.
Mokpo National University adalah salah satu universitas terbaik di Korea Selatan, dengan pola ilmiah pokok (core competence) di bidang ekonomi maritim dan teknik perkapalan. Universitas ini juga telah difasilitasi oleh Megawati untuk bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan melalukan penandatanganan MoU sebelum orasi ilmiah Megawati.
Gelar DHC untuk Megawati dari Universitas Nasional Mokpo ini akan menjadi yang ke-6. Sebelumnya, Megawati pernah mendapatkan gelar doktor kehormatan dari Universitas Waseda, Tokyo, Jepang; Korea Maritime and Ocean University, Busan, Korsel; Moscow State Institute of International Relation, Rusia; Universitas Padjadjaran; dan Universitas Negeri Padang.
Orasi ilmiah Megawati dalam penerimaan gelar doktor kehormatan tersebut berjudul “Pancasila Democracy: An Economic and Political Democracy to Build a New World Order”.
“Ekonomi Pancasila sangat relevan dengan kondisi saat ini. Kapitalisme menghasilkan ketimpangan yang makin lebar, lalu kerusakan lingkungan yang mengancam bumi,” kata Presiden MNU, Choi Il, dalam orasi ilmiah berjudul ‘Demokrasi Pancasila: Sebuah Demokrasi Ekonomi dan Politik untuk Membangun Tatanan Baru Dunia’ di Kampus MNU, sebelum pidato Megawati tadi.
Konsistensi pemikiran Megawati tentang ekonomo Pancasila sebenarnya panjang sejarahnya, dimulai sejak beliau menjadi anggota DPR RI pada tahun 1990-an, saat menjabat Wakil Presiden, Presiden, hingga Ketua Umum PDI Perjuangan sampai sekarang.
Megawati sangat yakin bahwa jika Ekonomi Pancasila diterapkan, maka Trisakti akan terwujud. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain yang mengimplementasikannya.
Trisakti berarti berdaulat di bidang politik, mandiri dalam arti maju dan adil-makmur di bidamg ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya, tidak asal menjiplak kebudayaan bangsa-bangsa lain.
Selain itu, Megawati menilai Ekonomi Pancasila akan mewujudkan dunia yang lebih berkeadilan, sejahtera, dan damai, karena Ekonomi Pancasila bersifat inklusif, tidak hedonistik, dan tidak serakah.
Ekonomi Pancasila sangat relevan sebagai alternatif pengganti sistem ekonomi Kapitalis. Sistem yang disebut terakhir dinilai semakin hari hanya menghasilkan ketimpangan sosial ekonomi yang makin lebar di dunia. Sistem sekarang juga mengakibarkan kerusakan lingkungan yang mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem Bumi itu sendiri, dari kehidupan umat manusia yang semakin mencekam, seperti narkoba, gangguan jiwa, perang saudara, gelombang migrasi, dan lainnya.
***
Tak hanya itu, Megawati Institute juga telah lama menyelenggarakan Program Sekolah Pemikiran Ekonomi Pancasila (SPEP).
Beberapa waktu lalu Megawati Soekarnoputeri bertemu dengan Bacharuddin Jusuf Habibie. Dalam pertemuan tertutup itu, dua orang mantan Prsiden RI itu membahas perihal perkembangan ekonomi Indonesia saat ini dan bagaimana solusi untuk menumbuhkannya dengan cepat.
Atas hal itu, Megawati Institute dan Habibie Center menggelar pertemuan untuk merealisasikan keinginan Megawati dan Habibie tersebut. Salah satu yang menjadi pembahasan utama mereka adalah sistem Ekonomi Pancasila.
Sementara dalam salah satu kuliah umum soal Ekonomi Pancasila di Megawati Institute, April 2018 lalu, cendekiawan Dr Yudi Latif memaparkan “Genealogi Pemikiran Ekonomi Pancasila”.
Menurut Yudi, ekonomi Pancasila adalah ekonomi berkeadilan. Jika kondisinya peran pasar terlalu kuat maka ekonomi Pancasila akan berpihak untuk memperkuat peran negara, demikian juga sebaliknya jika peran negara terlalu kuat maka Ekonomi Pancasila akan berpihak kepada pasar.
Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta, mengatakan SPEP diluncurkan agar diskusi mengenai ekonomi Pancasila berlangsung lebih sistematis dan terstruktur.
Dari program ini diharapkan peserta dapat secara aktif menggali dan membumikan nilai-nilai Pancasila di dalam kegiatan ekonomi nasional. SPEP bisa menjadi ladang ilmu bagi peserta yang belum memiliki pengetahuan ekonomi tapi memiliki ketertarikan mempelajari nilai-nilai Pancasila.
“Agar konsep Ekonomi Pancasila ini benar-benar menjadi milik seluruh bangsa Indonesia,” kata Arif.
Dan Megawati sudah sejak lama mempercayai prinsip ini sebagai demokrasi sebenarnya.
“Sebuah kombinasi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yang melindungi si miskin dan pada saat sama membatasi kekuasaan si kaya,” kata Megawati, usai menerima doktor honoris causa dari Universitas Nasional Mokpo, Korsel tadi.
Ia menilai sistem ekonomi Pancasila bukan hanya cocok bagi Indonesia namun seluruh negara karena ekonomi kerakyatan menjadi basis utamanya. Menurutnya, ekonomi kerakyatan menjadi landasan bagi negara-negara yang telah berhasil dalam bidang ekonomi dan juga dasar bagi negara yang sedang bergulat dalam memajukan ekonominya. [Emir Moeis]