Ekonomi Pancasila belum jadi Teori Besar

Ilustrasi: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas), Suharso Monoarfa/setkab.go.id

Koran Sulindo – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas), Suharso Monoarfa, mengatakan ekonomi Pancasila masih sulit diterapkan, apalagi  konsep itu belum menjadi teori besar.

“Tokoh di balik ini Bung Hatta. Tapi siapa sih yang mengikut Hatta dengan benar? Menurut saya, kita coba mendekati tapi masih jauh dari gagasan dan pemikiran juga apa yang dikehendaki Hatta,” kata Suharso dalam webinar dan bedah buku “Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi”, di Jakarta, Sabtu (20/6/2020).

Menurut Suharso, hingga kini ekonomi Pancasila masih terus mencari rumusan. Ia berharap konsep tersebut bisa lebih dikenalkan para sarjana di lingkungan kampus, karena dirumuskan Wakil Presiden pertama M Hatta untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi dan politik.

Sementara itu, salah satu penulis buku tersebut, Ahmad Erani Yustika, mengatakan ekonomi Pancasila menempatkan prinsip dan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakannya.

Di tengah globalisasi, konsep ekonomi Pancasila memang bertabrakan dengan pilar-pilar globalisasi. Oleh karena itu, harus dibuka diskusi soal bagaimana memitigasi globalisasi yang sudah berjalan.

Lima pilar globalisasi yakni efisiensi produksi dan distribusi, peningkatan perdagangan internasional, operasi perusahaan lintas negara, ketergantungan terhadap ekonomi global, serta kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa.

Dalam pandangan ekonomi Pancasila, efisiensi produksi dan distribusi harus ditekankan pada kesediaan berbagi sumber daya ekonomi/teknologi. Negara berkembang juga bukanlah sekadar pasar bagi komoditas negara maju. Demikian pula operasi korporasi lintas negara tidak boleh mengganggu kedaulatan dan ruang ekonomi pelaku ekonomi domestik. Globalisasi juga dipandang mengerdilkan upaya peningkatan kemandirian ekonomi masing-masing negara.

“Kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa bisa dilakukan sepanjang menguntungkan seluruh pihak, utamanya untuk kepentingan domestik,” kata Ahmad. [RED]