AWAN hitam resesi sepertinya masih akan membayangi ekonomi dunia sepanjang tahun 2023. Berbagai proyeksi ataupun ramalan ekonom menunjukkan penurunan angka pertumbuhan hingga masih tingginya laju inflasi sepanjang tahun ini.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia turun dari 3,1 persen menjadi 2,2 persen pada 2023.
Penurunan menurut lembaga tersebut dipicu oleh lonjakan inflasi di sejumlah negara. OECD menyebut bahwa perekonomian global tengah menghadapi tantangan serius.
Kepala Ekonom OECD Alvaro Santos Pereira mengatakan ekonomi global terguncang akibat krisis energi terbesar sejak 1970-an. Guncangan ini mendorong inflasi naik ke tingkat yang tidak terlihat selama beberapa dekade dan memukul pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.
“Skenario utama kami bukanlah resesi global, tetapi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang signifikan pada 2023, serta inflasi yang masih tinggi meskipun menurun di banyak negara,” ujar Santos Pereira kepada AFP akhir 2022 lalu.
Selain itu, kebijakan moneter ketat yang diterapkan sejumlah bank sentral dengan suku bunga tinggi, harga energi yang terus melambung, pertumbuhan pendapatan rumah tangga melemah, dan kepercayaan diri yang menurun bakal semakin melemahkan pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa diklaim bakal melambat tajam. Sedangkan ekonomi negara berkembang layaknya di Asia diperkirakan bakal mencapai hampir tiga perempat dari 2,2 persen yang merupakan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global pada 2023.
Khusus untuk Indonesia, OECD memperkirakan pertumbuhan PDB pada 2023 secara year on year (yoy) turun ke angka 4,7 persen dari sebelumnya 5,3 persen pada tahun ini. Kondisi baru mulai membaik pada 2024 ketika PDB Indonesia diperkirakan kembali naik ke angka 5,1 persen.
Sri Mulyani : Ekonomi Dunia Melambat
Pendapat bernada perseimis juga disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Ia memperkirakan, kondisi perekonomian global tahun 2023 ini akan semakin melemah.
Salah satu indikatornya adalah banyak lembaga internasional yang merevisi pertumbuhan ekonomi berbagai negara. Kondisi ekonomi yang semakin lemah tersebut, disebabkan oleh semakin ketatnya kebijakan moneter, sempitnya ruang fiskal serta masih terjadinnya disrupsi pasokan.
“Ke depan tantangan ekonomi memang akan diwarnai dengan suasana yang mirip dengan 2022 di berbagai belahan dunia,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (3/1).
Adapun pelemahan ekonomi juga diprediksi terjadi pada ekonomi Indonesia. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5%, Bank Dunia sebesar 4,8%, Asian Development Bank (ADB) memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5%, Bloomberg Concensus memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% dan OECD memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 4,7%.
Menurut Sri Mulyani, proyeksi di bawah target pemerintah tersebut imbas dari sektor eksternal yang masih akan terjadi pada tahun ini, sehingga turut berpengaruh pada perekonomian dalam negeri.
Selain itu, tensi geopolitik juga diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun ini. dan masih akan terjadi disrupsi di sisi supply dengan munculnya fragmentasi dan regionalism.
Meski begitu, Sri Mulyani masih menaruh harapan bahwa pertumbuhan ekonomi Indoensia akan mencapai target yakni sebesar 5,3% yoy. Meski begitu, optimisme tersebut terus diiringi dengan kewaspadaan dari ketidakpastian ekonomi global yang turut akan berpengaruh ke dalam negeri.
“Makanya kita selalu mengatakan optimis karena tadi kondisi ekonomi kita cukup confidence dan memberikan alasan utnuk optimis, namun kita waspada karena memang turbulensi ini belum berakhir pada 2023,” ujar Menkeu. [DES]