e-paper Koran Sulindo edisi 2

Nomor : 02 Volume I

Tanggal terbit : 18 april 2016

Tebal : 20 halaman

Harga : –

Bau Basi Reklamasi

BETAPA cepat lupanya kita. Rasanya baru beberapa tahun lalu, begitu banyak orang cemas akan datangnya bencana ekologi besar. Banyak orang dari berbagai penjuru dunia, bahkan sampai di pelosok desa di negeri ini, berbicara tentang akan datangnya bahaya besar akibat pemanasan global, efek rumah kaca, semakin menganganya lubang ozon, dan sebagainya. Berbagai gerakan massif pun dilakukan, mulai dari menanam pohon sampai berkampanye tentang reduce, re-use, dan recycle.

Tapi, semua itu kemudian seakan hilang ditelan hiruk-pikuk konflik, degap-degup media sosial di Internet, dan kebisingan di
dunia politik yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri ini. Bahkan, pada hari-hari ini, di negeri ini, berbagai upaya untuk mengingatkan betapa bahayanya reklamasi pantai yang dilakukan jika tanpa kajian mendalam seakan hanya berita rutin yang akan segera basi. Bahkan, ada pula yang menuding isu lingkungan tersebut tak lebih dari topeng untuk menutupi kepentingan politik praktis semata.

Padahal, dampak reklamasi atau pembuatan daratan baru pada suatu daerah perairan sudah banyak diinformasikan. Yang utamanya adalah hancurnya ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati, antara lain punahnya berbagai spesies mangrove serta punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, dan
burung. Juga meningkatkan potensi banjir. Karena, reklamasi pantai dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan tersebut, misalnya perubahan tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai, dan merusak kawasan tata air.

Tapi, yang pasti, ketika bencana terjadi, korbannya bukan hanya orang-orang yang berdosa. Yang paling sengsara tentulah orang-orang miskin, yang penghasilannya “dari tangan langsung ke mulut”.