Sebuah kisah kelam mewarnai keberadaan Dusun Cimeong, sebuah kampung mati yang terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sejak tahun 2016, kampung ini telah ditinggalkan oleh penduduknya karena ancaman bahaya yang tak tertahankan lagi. Namun, satu sosok menolak meninggalkan kampung itu, menciptakan bayang-bayang misteri yang terus menggelayuti kisah kelam tersebut.
Kampung yang berjuluk desa mati tersebut adalah Dusun Cimeong, desa Cipayung Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa ini, harus ditinggalkan penduduk karena bencana alam yang terjadi pada tahun 2016. Kawasan ini, termasuk rawan pergerakan tanah.
Sehingga dianggap tidak layak huni. Imbasnya pasca kejadian di tahun 2016, warga harus mengikuti program relokasi. Imbasnya, tempat tinggal mereka yang lama kosong tak berpenghuni.
Suasana di desa mati tersebut kini sudah banyak tertutup ilalang. Pepohonan yang tidak terurus dan rumah warga yang rusak berat karena ditinggalkan.
Begitu suramnya dusun mati tersebut, tergambar dari situasi dan kondisinya. Dusun Cimeong berada di daerah pegunungan. Untuk mencapainya begitu sulit, harus jalan menanjak. Sementara akses jalan menuju kampung ini sudah rusak parah.
Bahkan sekarang jalan tersebut sudah ditumbuhi semak belukar yang tinggi. Juga tampak pepohonan yang lebat, sehingga menyulitkan siapapun untuk menjangkau dusun itu. Pohon-pohon tersebut sudah menutupi sebagian besar bekas pekarangan warga.
Rumah-rumah yang ditinggal para penghuninya pun sudah rusak dan terbengkalai. Tampak temboknya yang sudah mengelupas. Atapnya sudah tak ada lagi. Dulu, penduduk desa ini sebagian besar adalah petani. Sehingga setelah bencana tersebut, tak mau jauh dari lahan garapan mereka.
Karena itu, warga dusun tersebut hanya direlokasi mendirikan rumah ke dusun terdekat. Yakni Dusun Mekarsari yang masih dalam wilayah Desa Cilayung. Yang menarik, walau mayoritas warga Dusun Cimeong tersebut sudah direlokasi, namun masih ada 1 warga yang tak mau meninggalkan desa mati tersebut.
Orang yang tak mau pindah itu dipanggil Abah Edi. Mulabga kurang jelas mengapa sosok tersebut enggan meninggalkan dusun itu. Padahal, dulu dia merupakan orang berpengaruh di Dusun Cimeong.
Warga memanggil sosok itu dengan sebutan Lurah Abah Edi. Dia menjadi seseorang yang cukup dihormati. Dia tinggal sendirian di dusun itu. Isteri dan anaknya pun sudah turut direlokasi. Isteri dan anaknya pun, masih seiring mengirimi makanan dan menjenguk Abah Edi seminggu sekali. Belakangan baru diketahui, Abah Edi enggan direlokasi karena menjaga dan menggarap sawah miliknya. Jarak lahan pertaniannya itu lebih dekat bila dibandingkan dengan lokasi dusun relokasi.
Alasan lainnya, karena Abah Edi sudah lanjut usia. Juga memiliki riwayat penyakit maag dan jantung. Hal tersebut yang membuatnya tidak bisa berjalan jauh.
“Jadi biasanya (saya) tani sesudah jam 8 sholat sunnah Dhuha, sesudah jam 2 pulang lagi untuk melaksanakan shalat Duhur,” ungkap Abah Edi yang dilansir channel Youtube Dicky Reva.
Yang mengenaskan, kondisi rumah Abah Lurah Edi di dusun mati itu. Pada malam hari gelap gulita. Listrik sudah tak ada lagi di dusun tersebut. Hanya senter dari batu baterai saja yang menjadi Umpenerangan andalannya. “Ya gelap karena memang sudah tidak ada apa-apa,” begitu pengakuannya menggambarkan dusun sudah lama mati. [UN]