Dulu Keris Menjadi Senjata, Kini Menunjukkan Status Sosial

Aneka macam keris - Istimewa

Sejak lama keris menjadi salah satu benda budaya yang selalu menarik perhatian masyarakat. Minat kepada keris bukan hanya terdapat pada masyarakat Indonesia, tetapi juga di kalangan masyarakat mancanegara.

Bermunculannya kolektor keris menandakan keris tetap terlestarikan. Keris digemari kolektor karena memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan kekhasan estetika.

Selain di tangan kolektor, banyak koleksi keris dipamerkan di dalam museum. Museum Nasional di Jakarta memiliki banyak koleksi keris, beberapa di antaranya berlapis emas dan berhias batu permata. Berbagai koleksi keris terdapat pula di Museum Pusaka TMII. Bahkan pada waktu tertentu, Museum Pusaka menyelenggarakan kegiatan yang berkenaan dengan pencucian keris. Selanjutnya sejak 2017 di Surakarta berdiri Museum Keris Nusantara.

Senjata

Dulu keris merupakan senjata tikam golongan belati untuk duel atau peperangan. Para peneliti memperkirakan keris hanya terdapat di Asia Tenggara, terlebih Kepulauan Nusantara. Masyarakat mengenal Keris Pasupati, misalnya, lewat cerita pewayangan yang bersumber dari Kitab Arjunawiwaha. Keris Kaladete berasal dari taring Batara Kala sebagaimana kitab Mahabharatayudha. Yang paling dikenal tentunya Keris Empu Gandring, dengan tokoh Ken Arok yang mendirikan Kerajaan Singhasari. Pada zaman yang lebih muda, yakni Mataram Islam, masyarakat mengenal Keris Kyai Baru yang berhubungan dengan Kerajaan Pajang.

Masyarakat percaya keris mempunyai kekuatan gaib. Pembuat keris pun dianggap ‘orang sakti’ sehingga disebut Empu. Dulu Empu berada di lingkungan istana atau keraton. Konon untuk membuat keris, para Empu harus menyelenggarakan ritual tertentu. Untuk memulai pekerjaan, Empu harus memilih hari baik, yaitu sesuai dengan watak atau daya sugesti jenis logam. Sebaliknya ada pula hari pantangan untuk membuat keris, seperti hari kelahiran dan hari kematian orang tua. Seseorang yang merawat keris, sebagaimana buku Petunjuk Singkat tentang Keris (Museum Nasional, 1983), harus mengikuti hari-hari yang dipandang baik oleh pembuat keris itu.

Bagian-bagian keris

Sebenarnya yang disebut keris adalah wilah (bilah). Namun karena keris mempunyai perlengkapan lain, yakni wrangka (sarung) dan ukiran (pahatan), maka kesatuan dari keseluruhan itu disebut keris. Ukiran dibuat dari berbagai bahan, seperti kayu, gading, tanduk, logam, dan bahkan emas. Keris sederhana terbuat dari kayu. Lain halnya dengan keris mewah, ukiran terbuat dari bahan mahal.

Ukiran dilengkapi dengan mendak. Mendak berfungsi sebagai hiasan dan sering kali terbuat dari logam, bahkan logam mulia yang dilengkapi tatahan permata.

Wrangka atau rangka berfungsi sebagai sarung keris. Biasanya terbuat dari kayu cendana dan kayu timaha. Berkaitan dengan wrangka ada pendok, yaitu pembungkus (lapisan) bagian wrangka sebagai sarung wilah.

Bagian pokok keris disebut wilah (an). Wilahan mempunyai bagian-bagian tertentu. Setiap wilahan diberi nama sesuai dapur wilahan. Bagian-bagian setiap dapur wilahan tidak sama. Itulah sebabnya kita mengenal berbagai nama keris.

Kata dapur dapat disamakan dengan tipe atau bentuk. Pada garis besarnya keris memiliki dua macam dapur, yaitu dapur leres (keris lurus) dan dapur luk (keris berkelok).

Asal-usul keris

Asal usul keris, seperti tertulis dalam Wikipedia, belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15. Padahal penyebutan istilah “keris” telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9.

Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatan keris ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson dan Tiongkok Selatan. Pengaruh kebudayaan Tiongkok Kuno dalam penggunaan senjata tikam, sebagai cikal-bakal keris, mungkin masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan “jembatan” masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara.

Prasasti Dakawu (abad ke-6) menunjukkan ikonografi India yang menampilkan “wesi aji” seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro. Keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai “keris Buda”, yang berbentuk pendek dan tidak berluk (lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris.

Masih menurut Wikipedia, pahatan arca megalitik dan relief candi dari masa megalitik sampai abad ke-10–11 kebanyakan menampilkan bentuk-bentuk senjata tikam dan “wesi aji” lainnya yang mirip senjata dari Dongson maupun India. Benda mirip keris juga terdapat pada relief Candi Borobudur (abad ke-9). Sementara Prasasti Karangtengah (824 Masehi) menyebut istilah “keris” dalam suatu daftar peralatan dan Prasasti Poh (904 M) menyebut “keris” sebagai bagian dari sesaji yang perlu dipersembahkan.

Masa kini

Pada masa kini keris lebih merupakan benda aksesori dalam berbusana. Ada aturan pemakaian keris, seperti untuk upacara resmi pernikahan, menghadap raja, dan acara-acara keraton. Hanya kaum pria yang boleh memakai keris. Keris juga menunjukkan status sosial seseorang.

Rupanya keris tidak lazim dipandang sebagai artefak arkeologi meskipun berumur puluhan hingga ratusan tahun. Ini disebabkan keris berfungsi sebagai pusaka keluarga yang beralih secara turun-temurun. Banyak orang lebih membicarakan keris sebagai kajian Sejarah Kesenian daripada Arkeologi.

Keris telah terdaftar dan diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda yang berasal dari Indonesia sejak 25 November 2005. Untuk itu banyak pihak mengusulkan agar setiap 25 November diperingati sebagai Hari Keris Nasional. [DS]