Sulindomedia – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di DPR tampaknya akan tersendat lagi. Karena, sejumlah fraksi di DPR meragukan tax amnesty mampu secara efektif menambah penerimaan negara. “Benarkah ada dana sampai ratusan triliun? Apa keuntungan ekonominya?” kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) melalui keterangan tertulis, yang diterima Kamis ini (7/4/2016).

Ia juga menyoroti masalah keadilan jika diberlakukannya kebijakan itu. “Bagaimana sistem reward and punishment-nya?” katanya. Ibas juga meminta kejelasan kesiapan sistem dan manajemen pengelolaan pajak. Itu diperlukan demi mengantisipasi kongkalikong fiskus dan pengemplang pajak.

Adapun Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menekankan perlunya kehati-hatian sebelum dan saat membahas beleid pengampunan pajak. “Jangan sampai harapan dan ekspektasi tinggi dari publik untuk meningkatkan pendapatan negara, tapi masuknya uang dari luar negeri tidak sampai,” kata Yandri.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia pun mengimbau pemerintah untuk menghitung kembali potensi penerimaan negara dan menutup celah regulasi perpajakan, menyusul bocornya data The Panama Papers. “Jadi jangan hanya wajib pajak kecil-kecil yang dikejar pemerintah. Setiap negara wajib mengoptimalkan penerimaan pajak, terutama wajib pajak kelas kakap,” katanya.

Sebelumnya, pada Rabu kemarin (6/4/2016), jajaran kepemimpinan DPR, fraksi, dan Komisi XI DPR menggelar rapat badan musyawarah bersama Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Yang dibahas, ya, soal kelanjutan RUU Pengampunan Pajak.

Dalam rapat itu, sikap fraksi di DPR tidak bulat. Fraksi Gerindra dan PKS menolak melanjutkan pembahasan. Fraksi PDI Perjuangan, PKB, PAN, dan Partai Demokrat meminta berkonsultasi bersama Presiden Joko Widodo terlebih dulu. Sementara itu, Fraksi Nasdem, Hanura, Golkar, dan PPP menyetujui pembahasan tanpa catatan. Akhirnya diputuskan dalam rapat itu, DPR akan melakukan konsultasi bersama Presiden Joko demi memperjelas kelanjutan pembahasan RUU Pengampunan Pajak.

Pada akhir Februari lalu, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto telah mengatakan, PDI Perjuangan tidak ingin tax amnesty menjadi karpet merah bagi para koruptor. “Terkait tax amnesty tentu saja ada sebuah proses yang dilakukan di parlemen. Kami tidak ingin tax amnesty menjadi karpet merah bagi koruptor. Kami ingin tax amnesty tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan,” ujar Hasto setelah menghadiri Mukernas Baitul Muslim Indonesia di Jakarta, 27 Februari lalu.

Prinsip-prinsip keadilan, lanjutnya, juga harus ada di dalam pajak. Apalagi, pajak bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, di samping sebagai tanggung jawab kewajiban warga negara. Karenanya, PDI Perjuangan mendorong seluruh kader punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan taat bayar pajak.

Ketika itu, Hasto juga menyatakan, PDI Perjuangan masih akan berdialog untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang tersebut. “Kami akan berdialog, berikan sauatu warna seandainya tax amnesty akan dilakukan. Tentu saja ini sekali lagi bukan menjadi karpet merah bagi koruptor, tax amnesty harus menjadi instrumen yang berkeadilan bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk membayar pajak,” tuturnya. [CHA/PUR]