Ilustrasi/Istimewa

Koran Sulindo – DPR mendukung upaya-upaya pencegahan tindak pidana korupsi dengan menerapkan prinsip DPR terbuka, transparan dan akuntabel. Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan menghilangkan metode “tatap muka” sehingga muncul kebijakan seperti penerapan e-tilang, e-samsat, e-procurement, e-budgeting dan e-planning.

“Langkah tersebut harus terus dilakukan disertai kebijakan memangkas regulasi atau debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik menjadi sederhana, cepat, dan transparan, sehingga tidak ada relevansi untuk menyuap,” kata Ketua DPR Puan Maharani dalam keterangan resminya ketika memperingati Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12).

Puan menuturkan, korupsi menghambat pembangunan ekonomi yang berkeadilan, menurunkan mutu fasilitas publik dan layanan publik, serta menghalangi upaya membangun Indonesia Maju yang produktif, efisien dan inovatif. Karena itu, tindakan korupsi dan perilaku koruptif harus dihilangkan lewat upaya pencegahan dan penindakan.

Namun, perlu dipahami bahwa keberhasilan gerakan antikorupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjara, tetapi berdasarkan nihilnya orang yang menjalankan tindak pidana korupsi. Karena itu, perlu sebuah sistem yang mampu mencegah upaya-upaya tindak pidana korupsi.

Karena itu DPR, kata Puan, meminta Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tahun 2018 di mana KPK menjadi koordinator diperkuat dengan upaya pencegahan sektor hulu. Strategi Nasional Pencegahan Korupsi perlu dikampanyekan secara massif agar masyarakat ikut terlibat dalam upaya-upaya pencegahan korupsi.

“Menanamkan perilaku dan sikap antikorupsi perlu dilakukan sejak dini sehingga perlu ada pelajaran antikorupsi di sekolah,” kata Puan menambahkan.

Adapun dukungan DPR untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi itu ditunjukkan dengan DPR terbuka yang memberi akses informasi kepada publik termasuk proses yang sedang dan sudah terjadi di DPR ketika sedang menjalankan fungsi anggaran, legislasi dan pengawasan. Semua proses itu dilakukan secara terang benderang sehingga publik bisa mengawasi.

Ini sekaligus bagian dari prinsip transparansi dan akuntabilitas yang menjadi mekanisme kontrol terhadap DPR dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. Tentu saja ada mekanisme kontrol internal yang harus lebih dikuatkan lagi. Juga akan membuat sistem untuk meminimalkan penyalahgunaan mekanisme lobi, terutama saat menjalankan fungsi legislasi sehingga lobi-lobi yang terjadi dalam penyusunan Undang-Undang tidak berpotensi menimbulkan tindakan korupsi. [KRG]