Dokumen Rahasia AS: Prabowo Perintahkan Penculikan Aktivis 1998

Ilustrasi: Kolonel Prabowo Subianto di Markas Kopassus Cijantung Jakarta 1994/armiliter.blogspot.com

Koran Sulindo – Lembaga non profit National Security Archive pada George Washington University, AS merilis sekitar 500 buah dokumen Kedutaan Besar di Indonesia, hari ini. Hingga hari ini sebanyak 34 dokumen berbagai jenis laporan pada periode Agustus 1997 sampai Mei 1999 itu bisa diakses publik di situs lembaga itu.

Salah satu dokumen menyatakan Prabowo Subianto disebut memerintahkan Kopassus untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis pada 1998 dan adanya perpecahan di tubuh militer. Dokumen itu berupa telegram berisi percakapan antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Stanley Roth, dengan Komandan Kopassus saat itu, Mayor Jenderal Prabowo Subianto.

Dalam pertemuan pada 6 November 1997 yang berlangsung selama 1 jam itu, Prabowo mengatakan Presiden Soeharto, mertuanya, tidak pernah mendapat pelatihan di luar negeri dan pendidikan formalnya pun sedikit.

“Suharto sangat pintar dan punya daya ingat tajam. Namun tidak selalu bisa memahami persoalan dan tekanan dunia. Akan lebih baik jika Suharto mundur pada Maret 1998 dan negara ini bisa melalui proses transisi kekuasaan secara damai,” kata Prabowo.

Prabowo yakin era Soeharto akan segera berakhir.

Arsip bertanggal 7 Mei 1998 ini mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang tiba-tiba menghilang. Catatan itu memuat para aktivis yang menghilang boleh jadi ditahan di fasilitas Kopassus di jalan lama yang menghubungkan Jakarta dan Bogor.

Markas Kopassus terletak di Cipayung, masuk sekitar 500 meter dari jalan raya itu.

Dalam dokumen lain, seorang staf politik Kedutaan Besar AS di Jakarta mencatat pertemuannya dengan seorang pemimpin organisasi mahasiswa, dan mendapat informasi dari Kopassus bahwa penghilangan paksa dilakukan Grup 4 Kopassus.

Informasi itu juga menyebutkan bahwa terjadi konflik di antara divisi Kopassus, dan Grup 4 itu masih dikendalikan Prabowo.

“Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto,” tulis pemimpin organisasi mahasiswa itu, seperti ditulis dokumen tersebut.

Pada masa kampanye pemilihan presiden 2014, Prabowo berulangkali menekankan dirinya tidak bersalah ketika rangkaian peristiwa 1998 terjadi dan mengatakan dia hanya menjalankan perintah atasan.

“Sebagai seorang prajurit, kami melakukan tugas kami sebaik-baiknya. Itu merupakan perintah atasan saya,” kata Prabowo. [DAS]