Divestasi Saham Freeport di Ambang Rampung, Terkendala Persoalan Lingkungan

Ilustrasi: Sisa buangan tambang Freeport/Reuters

Koran Sulindo – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan salah satu kendala negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia adalah persoalan izin lingkungan.

Hingga saat ini perpanjangan belum selesai dilakukan karena masih ada proses-proses yang tersendat, antara lain penyelesaian masalah lingkungan yang melibatkan tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Tim Freeport Indonesia serta Inalum.

Sementara proses divestasi saham di ambang rampung. Penawaran pemerintah RI atas saham Rio Tinto d tambang Grasberg diterima.

Belum lama ini pemerintah Memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PT FI) hingga 31 Juli 2018 nanti. Perpanjangan IUPK selama sebulan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1872/K30MEM/2018 yang ditandatangani pada 29 Juni 2018.

“Jadi kita telah menerbitkan Kepmen 1872/K30MEM/2018 tanggal 29 Juni 2018 dalam rangka penyesuaian kelanjutan operasional perpanjangan Freeport Indonesia serta untuk menjaga situasi yang kondusif dari aspek sosial kemasyarakatan, maka perlu menetapkan keputusan Menteri tersebut,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, di Jakarta, Kamis (5/7/2018), seperti dikutip esdm.go.id

Kepmen ESDM Nomor 1872 tahun 2018 tersebut merupakan perubahan keempat atas Kepmen ESDM Nomor 413 Tahun 2017 tentang IUPK PT Freeport Indonesia.

“Intinya bahwa SK 413 (tahun 2017) direvisi dalam rangka memberikan IUPK Operasi Produksi kepada PT Freeport Indonesia dengan ketentuan bahwa IUPK ini berlaku sejak diterbitkannya (Kepmen ESDM) 413,” katanya.

Dengan diterbitkannya perpanjangan IUPK tersebut, maka diputuskan pula PT Freeport Indonesia dapat melakukan penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu dengan membayar bea keluar sesuai ketentuan yang berlaku.

“Isi dari Kepmen 1872 hanya dua itu saja. Mereka meminta untuk masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan ini. Tetapi untuk kegiatan yang lain seperti divestasi, smelter dan perpanjangan operasi perubahan-perubahannya itu sudah dalam proses finalisasi. Yang lingkungan memang memerlukan waktu sehingga pemerintah memberikan waktu kembali selama satu bulan untuk menyelesaikannya,” kata Bambang.

Inalum

Sebelumnya, pada 5 Juni 2018 lalu, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengakui proses negosiasi divestasi Freeport Indonesia merupakan salah satu yang paling sulit ditangani.

Salah satu hal yang membuat sulit adalah adanya saham participating interest dari Rio Tinto terhadap Freeport, yang sebesar 40 persen.

Budi mengaku belum bisa banyak bicara soal upaya akuisisi saham PTFI tersebut, namun pihaknya optimistis proses penyelesaian akuisisi yang ditargetkan pada Juni 2018 akan tercapai.

“Insya Allah masih bisa tercapai di Juni ini,” katanya.

Rio Tinto dikabarkan menjual hak partisipasinya di tambang Grasberg Freeport Indonesia (PTFI) kepada PT Inalum senilai 3,5 miliar dolar AS.

Rio Tinto

Namun kabar terbaru, seperti dikutip bloomberg.com pada Senin (2/7/2018) lalu, menyebutkan Rio Tinto menerima tawaran Indonesia sebesar 4 miliar dolar AS untuk mengambil alih sahamnya di Freeport-McMoran Inc.

Pembicaraan antara Inalum, Freeport, dan Rio Tinto Group konon sudah menyepakati hal tersebut, dan kemungkinan bisa ditandatangani minggu ini juga.

“Kami sedang mengfinalisasi dokumen yang dibutuhkan. Mereka meminta stabilitas dalam berinvestasi. Mereka meminta dokumen yang menjamin kejelasan dalam kalkulasi investasi, kejelasan dalam pajak. Semua sedang diproses, “ kata Menteri BUMN Rini Soemarno, Sabtu (30/6/2018), di Jakarta.

Seminggu sebelumnya, Dirut Inalum Budi Sadikin mengatakan negiosiasi telah rampung,dan Rio Tinto menerima penawaran Indonesia sebesar 3,5 miliar dolar AS.

Namun Freeport dan Rio Tinto menolak berkomentar pada Blomberg.

Pemerintah RI meminta Freeport menjual tambang Grasberg kepada investor lokal agar memenuhi permintaan kepemilikan RI sebesar 51 persen pada aset perusahaan yang terletak di Papua tersebut.

Saat ini Freeport mengontrol 91 persen kepemilikan di Grasberg, sedang Indonesia hanya sisanya.

Negosiasi ini bisa mempercepat eksplorasi bawah tanah Grasberg yang baru ditemukan. Grasberg adalah tambang timah nomor 2 di dunia. [DAS]