#Dipasung Semen 2.0

Ilustrasi/Youtube

Koran Sulindo – Hampir setahun lalu, April 2016, para ibu itu mengecor kaki mereka dengan semen di seberang Istana Negara, Jakarta. Para perempuan pemberani itu adalah petani dari kota-kota Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan.

Keinginan Sukinah, Sutini, Surani, Riem Ambarwati, Ngadinah, Deni Yuliantini, Karsupi, Martini, dan Siyem itu sederhana: melapor pada presiden yang mereka pilih, Joko Widodo. Mereka ingin Presiden Jokowi   menghentikan pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia di wilayah pegunungan Kendeng.

“Pegunungan Kendeng adalah lumbung pangan kami semua, ada sumber mata air di sana. Adanya galian-galian pabrik semen, membuat banyak daerah kekeringan. Kalau pabrik semen terus ada, kami tidak bisa berbuat apa-apa, lalu kami makan dari mana?” kata Deni Yuliantini, petani dari Grobogan, salah satu peremopuan yang terpasung semen.

Semua aktivitas mulai dari makan, tidur, hingga berganti pakaian, mereka lakukan dengan kaki terpasung semen.

Setahun sebelum kaki ibu-ibu petani itu tertanam di adonan beton, mereka telah mengirim surat kepada presiden memohon bertemu. Mereka juga membunyikan lesung, alat tradisional yang biasanya untuk menapih gabah menjadi beras, bertalu-talu di depan istana. Itu sinyal tanda bahaya: wahai bencana ekologi di tanah Jawa jika Pak Jokowi bergeming…

Namun Pak Presiden belum juga bergeming. Memang ia mengutus 2 orang sekondannya, dan para perempuan itu akhirnya setuju membongkar cor semen di kakinya, mendengar janji-janji utusan itu. Namun belum setahun, kenyataan yang mereka terima ternyata tak sesuai jalan hukum yang telah mereka menangkan.

Penguasa daerah mereka, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, malah menerbitkan izin lingkungan baru bagi perusahaan semen itu pada Februari lalu. Walaupun sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan perintah presiden untuk moratorium izin, nyatanya pada 23 Februari lalu Ganjar tetap berani mengeluarkan izin lingkungan baru. Gubernur mengabaikan perintah MA dan presidennya.

Sinetron Ganjar itu mengombang-ambingkan perasaan petani, setelah sebelumnya ia mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia di Rembang pada pertengahan Januari.

Maka mulai awal pekan lalu ibu-ibu itu kembali memasungkan kakinya di coran semen di depan istana negara Jakarta. Tapi kini ada bapak-bapak juga

Hingga Jumat (17/3/2017), jumlah mereka bertambah total menjadi 50 petani dari 5 kabupaten di Jateng. Berlipat-lipat dari dipasung semen jilid I.

Selain Rembang, Pati saat ini juga sedang digempur ekspansi industri semen Grup Indocement. Ini kali kedua industri semen hendak mengusik segala ketentraman dan kelestarian Pegunungan Kendeng.

Puluhan petani itu laki perempuan mengecor kaki mereka dengan Semen Gresik/Indonesia dan Semen Tigaroda (Indocement), tanda protes tidak berdayanya rakyat di hadapan hukum. Mereka sekali lagi mau menemui presiden dan menagih janji.

Amdal Abal-abal

Politisi senior Emir Moeis, yang menyelesaikan master di bidang lingkungan pada Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, mengatakan tak ada alasan sedikit pun untuk membenarkan pembangunan oleh pemerintah jika merugikan penduduk yang tinggal di lokasi pembangunan tersebut.

“Apalagi jika pembangunan itu malah merusak lingkungan,” kata Emir Moeis, di Jakarta, pekan lalu.

Penelitian Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dan sejumlah kelompok sipil  menemukan data tandingan mereka tentang unsur karst di lokasi tambang PT Semen Indonesia di Rembang terbukti. Sebelumnya, data berisi titik goa basah, mata air, dan ponor itu digunakan untuk menunjukkan izin lingkungan untuk PT Semen Indonesia adalah kebijakan yang keliru.

“Kami warga mengatakan bahwa di sini ada goa, di sini lho ada sumber mata air. Lalu selama ini kan dari pihak Semen tak pernah percaya makanya di pembuktian kemarin kami menemukan goa yang berair banyak, menurut warga itu sungai bawah tanah,” kata Wakil Koordinator JMPPK Joko Prianto, Senin (16/1/2017).

Pembangunan pabrik semen di Rembang dinyatakan akan mematikan sumber mata air warga. Berdasarkan penelitian itu ditemukan 49 goa tersebar di sekitar Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih dan 4 goa yang memiliki sungai bawah tanah aktif.

Data tersebut diajukan untuk memverifikasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Semen Indonesia yang dianggap abal-abal.

Warga dan tim penilai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) mengecek kebenaran data di lapangan. Meski yang dicek hanya beberapa titik wilayah, namun hasil pengujian itu menunjukkan data yang disodorkan warga sesuai fakta di lapangan.

Selain keberadaan goa basah, cek ulang Amdal awal Januari 2017 itu juga membuktikan keberadaan sumber mata air. Aktivitas penambangan di kawasan Pegunungan Kendeng jelas akan merusak ekosistem karst.

Dipasung Semen, Lagi

Ini cor semen kali kedua ini adalah aksi kesekian warga memprotes pendirian pabrik semen di jalur Pegunungan Kendeng. Akhir 2015 lalu, komunitas itu menggelar aksi yang menghentak nurani: berjalan kaki 122 kilometer dari kampung mereka di Pati hingga ke halaman PTUN Semarang.

Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto mengatakan, jumlah petani yang melakukan aksi menyemen kaki jilid kedua ini akan terus bertambah selama permintaan bertemu presiden belum dikabulkan.

“Aksi semen kaki ini adalah gambaran apa yang dialami oleh para petani di Pegunungan Kendeng. Hidup mereka telah terbelenggu dengan keberadaan pabrik semen yang merusak alam,” kata Joko.

Mereka sengaja melakukan aksi itu depan Istana Negara agar presiden Jokowi mendengar jeritan hati warga Kendeng. Kini mereka sudah di dekat titik putus asa karena semua upaya menolak pabrik sudah dicoba dan semua selalu kandas atau dikandaskan.

Yang terbaru, berita yang beredar di media massa, Presiden Jokowi direncanakan meresmikan pabrik semen di Rembang pada April nanti; orang yang sama yang sedang mereka coba ajak bicara sejak 2 tahun lalu.

Menteri BUMN Rini Soemarno, pada Jumat (17/3) lalu meninjau kesiapan pabrik semen yang disebut sudah 99 persen rampung itu. Di pegunungan Kendeng itu, tak lama setelah turun dari helikopter yang menerbangkannya dari Semarang, Menteri Rini mengatakan soal presiden yang segera ke Kendeng meresmikan pabrik itu,

Pabrik PT Semen Indonesia [PT SI) itu akan membanjiri semen di pasar dalam negeri yang sebenarnya sudah berlebih.

Menurut situs kemenperin.go.id, total kapasitas semen nasional pada 2017 mencapai 102 juta ton; sementara total kebutuhan dalam negeri hanya 70 juta ton per tahun.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, Harjanto, mengatakan segera mengusulkan persyaratan teknis kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] khusus untuk industri semen.

”Salah satunya seperti investasi industri semen harus berada di luar Pulau Jawa,” kata Harjanto.

Produksi semen Indonesia mencapai 90 juta ton per tahun, namun kebutuhan nasional hanya 60 juta ton, sehingga masih over suplai. Saat ini PT SI, perusahaan yang sedang mencaplok karst pegunungan Kendeng itu, mampu berproduksi 30 juta ton per tahun, setengah dari kebutuhan nasionak. PT SI juga memiliki 22 unit cement mill, 26 lokasi pengepakan, ditambah 11 pelabuhan khusus yang dibangun dari ujung barat sampai timur Indonesia, serta memiliki 365 jaringan distributor.

Direktur Utama PT SI, Rizkan Chandra, mengatakan kekuatan Holding Semen Indonesia Group saat ini adalah dari sisi kapasitas produksi.

“Di tengah kondisi perekonomian yang sulit dan persaingan yang semakin ketat, Semen Indonesia masih bisa menciptakan rekor baru di bidang produksi,” kata Rizkan, belum lama ini.

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk pada 2016 membukukan laba bersih Rp4,01 triliun, atau turun dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,52 triliun, akibat ketatnya persaingan industri semen.

Sejak 7 Januari lalu didirikan Holding PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di atas tapak PT Semen Indonesia yang didirikan pada 1957 itu. Dengan beroperasinya Pabrik Indarung dan Pabrik Rembang menjadikan holding baru itu menjadi produsen semen terbesar di Asia Tenggara.

Berdasarkan catatan Asosiasi Industri Semen Indonesia (ASI) perusahaan swasta dan asing saat ini menguasai 56 persen industri semen nasional, sedangkan sisanya 44 persen dipegang oleh dua BUMN semen, yakni Semen Indonesia dan Semen  Baturaja.

Persaingan industri semen nasional akan semakin ketat dengan masuknya 10 pemain baru yang akan membangun pabrik di sejumlah wilayah tahun ini.

“Sejak awal kami sudah bertempur dengan asing. Jadi penting sekali proyek kami di Rembang  untuk menghadang pemain-pemain baru tadi,” kata sekertaris PT SI, Agung Wiharto, Mei tahun lalu.

Pada 2018-2020 akan ada tambahan pasokan semen yang signifikan di dalam negeri dengan mulai beroperasinya 10 pemain baru tersebut. Dan kaki-kaki yang terpasung semen di depan istana negara itu mungkin segera terlupakan. [Didit Sidarta]