Dinamika Mahfud MD Lebih Beradab Dibanding Politik Mahar

Koran Sulindo – PDI Perjuangan menyayangkan kepentingan pihak-pihak tertentu yang menjadikan penetapan calon wakil presiden Joko Widodo dengan dramatisasi pernyataan yang disampaikan oleh Mahfud MD.

“Seluruh dinamika penetapan Cawapres Pak Jokowi masih wajar, dan jauh lebih beradab dibandingkan dengan penetapan Cawapres Prabowo yang diwarnai transaksi jual beli dukungan atau mahar politik sebesar Rp 1 triliun,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Jakarta, Rabu (15/8).

Menurut Hasto, bagi Koalisi Indonesia Kerja, capres dan cawapres adalah calon pemimpin bangsa dan negara yang prosesnya tidak boleh dikotori oleh praktek politik uang.

“Awal kehancuran suatu bangsa apabila memilih pemimpin tertingginya dilakukan dengan mengabaikan moral, etika, dan keadaban publik,” kata Hasto.

Mengherankan, lanjut Hasto, betapa rekomendasi calon presiden dihargai begitu murahnya.

“Ini gambaran rusaknya peradaban politik bangsa. Mereka yang telah memperjual belikan pencalonan hanya demi uang tidak bisa dibenarkan dengan cara apapun,” kata Hasto.

Lebih lanjut ia mengaku sangat bersyukur bahwa penetapan Ma’ruf Amin sebagai cawapres dilakukan melalui dialog para pemimpin.

“Bahwa didalamnya ada dinamika dan dialektika kepentingan antarpartai yang berbeda itu hal wajar. Namun pada akhirnya Pak Jokowi mengambil keputusan atas dasar pilihan nurani,” kata dia.

“Bahwa kemerdekaan politik dalam mencari sosok pemersatu, pengayom, yang selama satu tahun terakhir sangat aktif berdialektika dengan Pancasila. Disinilah Kyai Ma’ruf hadir sebagai sosok pemimpin yang mumpuni lahir dan batin.”

“Pak Mahfud MD sendiri sangat legowo. Beliau tadi telah bertemu dalam rapat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila bersama dengan Ibu Megawati, Pak Try Sutrisno, Buya Syafei Ma’arif dan lainnya. Semua tokoh menampakkan keakraban,” kata Hasto.

PDI Perjuangan, Hasto melanjutkan, percaya terhadap suara hati para pemimpin untuk menjaga martabat, etika dan keadaban bangsa.

“Jangan jadikan Pilpres sebagai pertarungan kekuatan uang. Kami bangga dengan Pak Jokowi yang telah memilih Kyai Ma’ruf atas dasar pilihan nurani. Kita mencari pemimpin, bukan pedagang politik,’ kata Hasto.

Mahar politik sebesar Rp 500 miliar pertama kali diungkapkan oleh Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief yang menuduh PAN dan PKS menerima mahar masing-masing sebesar Rp 500 miliar untuk memuluskan pencalonan Sandiaga Uno sebagai pendamping cawapres Prabowo Subianto.

Tak terima dengan tuduhan itu baik PAN maupun PKS sempat berkoar bakal menuntut Andi Arief ke ranah hukum.

Ketua DPP PKS Ledia Hanifa menyebut tudingan Andi Arief sangat serius karena mahar politik dalam proses pencalonan presiden adalah tindakan pidana pemilu yang fatal.

“Pernyataan Andi Arief jelas fitnah keji. Ini tudingan tidak main-main yang memiliki konsekuensi hukum terhadap yang bersangkutan,” kata Leida.

Tak kalah garang dengan PKS, Ketua DPP PAN Yandri Susanto juga meminta Andi mencabut ucapannya jika tidak ingin dituntut secara hukum.

“Itu tidak benar dan fitnah, ya. Dan mulut comberan Andi Arief itu harap disetop itu. Kalau nggak, kita akan kita tuntut dia di meja hukum,” kata Yandri.

Sementara itu Waseksjen Partai Demokrat Andi Arief mengaku tak gentar jika PAN, PKS atau Gerindra bakal tuduhannya itu kepada pihak berwajib.

“Oh silakan saja. Saya tidak ada komunikasi dengan mereka. Jadi kalau ingin ke pengadilan silakan saja,” kata Andi.

Lebih lanjut Andi bahkan mengklaim memiliki tiga saksi terkait hal tersebut. “Sudah ada 3 saksi dan puluhan yang mendengar,” kata Andi.

Selain itu, Andi juga menyebut dirinya tidak pernah disinggung PKS dan Gerindra terkait cuitannya.

“Dia (Prabowo) tahu persis saya kalau saya mengatakan sesuatu ngotot dan bener, ia yakin itu juga bener. Tidak ada pengingkaran dari apa yang saya bilang. Saya tidak pernah berpura-pura bersandiwara dramaturgi dan Pak Prabowo tahu itu,” kata Andi. [CHA/TGU]