Koran Sulindo – Pelaksana Tugas Direktur Utama (Plt Dirut) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN Persero), Sripeni Inten Cahyani, mengakui PLN tidak mengantisipasi kemungkinan gangguan dua jalur sirkuit sekaligus pada sistem penyaluran daya listrik di jalur utara dan selatan.
“Mengenai kalkulasi, kami memiliki ketentuan N minus 1, kemudian emergency-nya adalah N minus 1 minus 1. N adalah jumlah sirkuit, dan dalam sistem yang memasok di utara dan selatan, ada dua sirkuit di utara dan dua di selatan.2,” kata Sripeni, di hadapan Presiden Joko Widodo yang mendatangi kantor PLN Pusat di Jakarta, Senin (5/8/2019), seperti disiarkan berbagai stasiun televisi.
Menurut Sripeni, pemeliharaan yang bisa dilakukan terhadap sistem pasok hanya satu sirkuit. Namun dalam insiden yang terjadi Minggu kemarin (4/8/2019) terjadi gangguan di dua sirkuit pasok sekaligus.
Setelah mendengarkan penjelasan Dirut PLN tersebut, Presiden Jokowi mengatakan heran atas penjelasan panjang lebar tersebut.
“Saya minta tidak terulang lagi. Itu saja,” kata Presiden, lalu tak lama kemudian langsung meninggalkan tempat pertemuan.
Pagi ini, pada pukul 08.47 WIB, Presiden Joko Widodo mendadak mengunjungi kantor pusat PT PLN (Persero) di Jakarta,
Tata Kelola Resiko
Menurut PLN, terdapat total empat sirkuit jaringan pasok listrik di Jawa dan Bali yakni dua di jalur utara dan dua di jalur selatan dalam insiden kemarin. Gangguan di jaringan utara terjadi di jaringan Ungaran-Pemalang pada Kecamatan Gunung Pade pada dua jalur sistem.
Secara otomatis, transfer daya dari timur ke barat sebesar 2.000 megawatt pindah menuju sistem jalur selatan. Namun pada Minggu (5/8/2019) PLN melakukan pemeliharaan jaringan di sistem bagian selatan sehingga yang beroperasi hanya satu sirkuit.
“Dan pada waktu pindah dari Ungaran dan ke Pedan dan ke Kasugihan dan Tasikmalaya inilah membuat guncangan dalam sistem dan guncangan ini kemudian secara proteksi, secara pengamanan sistem ini kemudian melepas, dan yang dilepas adalah Kasugihan, Tasikmalaya, kemudian melepas dari sistem sehingga aliran pasokan daya dari timur ke barat mengalami putus,” kata Sripeni, seperti dikutip antaranews.com.
Tegangan listrik yang turun menyebabkan pembangkit-pembangkit di kawasan barat Pulau Jawa mengaktifkan otomasi proteksi dengan melepaskan arus listrik dari sistem.
Usai mendengarkan pemaparan Dirut PLN, Presiden Jokowi meminta PLN segera bergerak cepat.
“Kok penjelasannya panjang lebar. Yang paling penting saya minta perbaiki secepat-cepatnya yang memang dari beberapa wilayah yang belum hidup segera dikejar dengan cara apapun agar segera bisa hidup kembali kemudian hal-hal yang menyebabkan peristiwa besar ini terjadi. Sekali lagi saya ulang jangan sampai terjadi lagi,” kata Jokowi.
Presiden juga mengatakan rencana cadangan pendistribusian energi listrik semestinya harus berjalan melalui kalkulasi yang matang.
“Dalam sebuah manajemen besar seperti PLN ini mestinya menurut saya ada tata kelola resiko-resiko yang dihadapi dengan manajemen besar tentu saja ada contingency plan ada back up plan,” kata Presiden.
Presiden mempertanyakan kepada pengelola PLN mengapa tata kelola resiko itu tidak bekerja.
“Saya tahu peristiwa seperti ini pernah kejadian di tahun 2002, 17 tahun lalu untuk Jawa dan Bali. Mestinya itu bisa dipakai sebuah pelajaran kita bersama jangan sampai kejadian yang sudah pernah terjadi kembali terjadi lagi,” katanya.
Menurut Presiden, pemadaman listrik masal pada Minggu (4/8/2019) di Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta tidak hanya merusak reputasi PLN, tapi jugi merugikan konsumen listrik.
“Pelayanan transportasi umum sangat berbahaya sekali, MRT misalnya. Oleh sebab itu pagi hari ini saya ingin mendengar langsung, tolong disampaikan yang simple-simple saja. Kemudian kalau ada hal yang kurang ya blak-blakan saja, sehingga bisa diselesaikan dan tidak terjadi lagi untuk masa-masa yang akan datang,” katanya.
Presiden meminta direksi dan pengelola PLN untuk mengkalkulasi segala resiko pendistribusian energi listrik.
“Pertanyaan saya, Sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop. Artinya pekerjaan yang ada tidak dihitung, tidak dikalkulasi. Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya,” kata Jokowi.
Presiden didampingi oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Hari Ini Masih Ada Pemadaman Listrik
Sementara itu PLN) menyatakan Senin (5/8/2019) ini masih ada pemadaman bergilir di wilayah Jabodetabek dan beberapa daerah di Jawa Barat.
“Kami mohon maaf, sampai siang ke sore masih ada pemadaman bergilir,” kata PT. PLN (Persero) Sripeni Intan, di Gedung PLN, Jakarta, Senin (5/8/2019), seperti dikutip setkab.go.id.
Namun wilayah mana saja yang terjadi pemadaman bergilir, Sripeni tidak menyebutkannya, hanya mengatakan PLN terus berusaha menormalisasikan.
PLN mengklaim lambatnya penanganan atas pemadaman listrik wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah merupakan dampak dari karakteristik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Kalau tenaga uap itu, butuh waktu lama untuk mulai lagi kalau sudah dingin karena mati, paling tidak butuh 8 jam untuk bisa hasilkan uapnya,” kata Sripeni.
Menurut Sripeni, PLTU Suralaya sempat tidak aktif akibat lepasnya pasokan listrik dan hal tersebut sebabkan proses cold start atau memanaskan lagi mesin dengan waktu lama. Sedangkan PLTU Suralaya harus mengirimkan pasokan sebesar 2.800 MW untuk kawasan Jawa Barat dan Banten. Ia menjelaskan sore kemarin, Minggu (4/8) baru unit tiga yang mendapat pasokan listrik dan dapat difungsikan.
PLN menargetkan semua transmisi listrik normal pada malam hari.
“Kami upayakan malam ini semua dapat tersalurkan semua, kami sedang memangkas waktu untuk lebih cepat,” kata Sripeni.
Kompensasi bagi Pelanggan
PLN mengaku tengah menghitung formula kompensasi yang muncul akibat kerugian pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019).
“Ya kompensasi kan sudah diatur salah satunya ada Permen 2017, nah akan kita ikuti itu kita komitmen,” kata Sripeni.
Kerugian tersebut ada hitungannya misalkan wilayah mana yang terdampak, berapa jam lamanya dan golongan-golongan pelanggan juga akan menentukan formulasi kompensasi. Kompensasi tidak dilihat dari bentuk besaran uang nominal, sebab untuk mengganti kerugian dalam aturan, menurutnya tidak dalam bentuk materi secara tunai.
“Bisa dua sampai tiga hari gratis misalnya, tapi itu tergantung durasi padam dan golongan ya, tidak semua sama,” kata Sripeni. [Didit Sidarta]