Koran Sulindo – Pencegahan terhadap Ketua DPR Setya Novanto atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat banyak orang bertanya-tanya mengenai statusnya. Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM enggan menjelaskan status Novanto karena itu kewenangan KPK.
Menarik membahas status Novanto dalam kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP). Terlebih Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya pada Februari 2012 memutus pencegahan terhadap seseorang tak boleh dilakukan ketika kasus masih dalam tahap penyelidikan.
Sebab, proses penyelidikan baru sebatas mengumpulkan informasi mengenai ada tidaknya unsur pidana dalam suatu perkara. Karena itu, proses pencegahan terhadap seseorang boleh dilakukan ketika kasusnya sudah dalam proses penyidikan.
Putusan MK yang membatalkan kata “penyelidikan” dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU tentang Keimigrasian Tahun 2011 itu sempat menuai kontroversi di lembaga tersebut. Perdebatannya adalah apakah putusan itu juga akan berdampak kepada KPK. Ketua MK Mahfud MD kala itu mengatakan, putusan tersebut tidak akan berdampak pada KPK karena UU-nya bersifat khusus.
Sebagian hakim berpendapat berbeda. Pencekalan tidak membedakan antara tindak pidana khusus dan tindak pidana umum. Terlebih, proses tindak pidana khusus juga dimulai dari proses penyelidikan. Tapi, inti dari pencegahan itu baru bisa dilakukan ketika kasusnya sudah dalam proses penyidikan.
Juru Bicara KPK Johan Budi kala itu menuturkan, putusan itu tidak berdampak pada KPK karena kewenangannya diatur secara khusus dalam UU. Akan tetapi, ia mengingatkan, KPK tidak pernah mencegah seseorang ketika kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.
Kembali pada pencegahan terhadap Novanto. Melihat penjelasan putusan MK dan pernyataan Johan waktu itu, maka mungkin sekali status Novanto sudah menjadi tersangka ketika KPK mengusulkan pencegahan ke Ditjen Imigrasi. Namun, sulit untuk memverifikasi dugaan tersebut. Hanya KPK yang mengetahuinya.
Dalam dakwaan terhadap kedua orang terdakwa yakni Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan Nvanto sebagai turut serta dalam kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu. Novanto disebut menerima komisi dari proyek tersebut sekitar Rp 574 miliar. Sebagai Ketua Fraksi Golkar ketika itu, Novanto bertugas mengatur dan menggolkan anggaran proyek senilia Rp 5,9 triliun.
Kendati disebut turut serta dalam kasus korupsi e-KTP, Novanto acap membantah tudingan tersebut. Dakwaan jaksa disebut tidak benar. Ia menolak disebut sebagai pengatur proyek itu. [KRG]