Koran Sulindo – Sebuah dewan pembebasan bersyarat di penjara Rimonim menolak permintaan yang diajukan pengacara remaja Palestina Ahed Tamimi untuk mengurangi hukumannya dan memberikan pembebasannya lebih cepat.
Laporan Channel 10 Israel menyebut Tamimi, yang dijatuhi hukuman delapan bulan penjara bulan Maret silam, mengajukan permintaan pembebasan setelah menjalani sepertiga terakhir hukuman. Namun permintaan itu ditolak dewan pembebasan bersyarat tersebut.
Saluran televisi itu juga menyebut dinas keamanan internal Israel, Shin Bet, sebelumnya merekomendasikan bahwa Tamimi tak bisa menerima pembebasan bersyarat atas dalih memiliki “ideologi berbahaya”.
Shin Bet juga menyebut Tamimi harus tetap berada di dalam penjara untuk pencegahan.
Selama sidang pembebasan bersyarat itu, Tamimi dengan tegas menyatakan, “Saya bakal keluar dari penjara dengan kepala saya.”
Ahed Tamimi ditangkap tanggal 19 Desember 2017, setelah ibunya Nariman memposting rekaman di media sosial bagaimana remaja itu berhadapan dengan tentara Israel di halaman belakang rumahnya.
Sidang pengadilan Israel memvonis bersalah remaja atas empat dari 12 dakwaan terhadap dirinya termasuk hasutan, serangan dan dua tuduhan menghalangi tentara Israel. Dia dijatuhi hukuman delapan bulan penjara setelah tawar-menawar sengit pada sesi pembelaan.
Pengadilan Israel juga menjatuhi hukuman delapan bulan penjara dan denda 6.000 shekel atau US$1.724 dan hukuman percobaan tiga tahun karena membantu melakukan penyerangan terhadap tentara, menghalangi kerja tentara dan penghasutan.
Pengadilan juga menjatuhkan denda sepupu Tamimi, Noor, dengan denda 2.000 shekel atau US$ 575.
Sementara itu, pekan ini sepupu Tamimi yang lain, Izz Al-Din Tamimi, 21 tahun, ditembak mati tentara Israel di desa Tepi Barat, Nabi Saleh. Aktivis Palestina menyebut tentara Israel mencegah tim medis Palestina mencapai pemuda untuk membantunya sebelum dibawa pergi tentara.
Kalah oleh ‘Bocah’
Remaja Tamimi dituduh ‘menyerang’ seorang tentara Israel ketika mereka memasuki halaman belakang rumahnya. Insiden itu terjadi tak lama setelah seorang tentara menembak sepupunya yang berusia 14 tahun di kepala hingga koma.
Tentara juga melepaskan gas air mata langsung ke rumah mereka dan memecahkan jendela.
Shenila Khoja-Moolji penulis Forging the Ideal Educated Girl: The Production of Desirable Subjects in Muslim South Asia dalam kolomnya di Al Jazeera mengkritik bungkamnya kelompok feminis, pembela hak asasi manusia atau pemimpin-pemimpin barat yang gemar berkotbah soal hak asasi manusia dan para pemberdaya anak atau perempuan.
Padahal seperti seperti Yousafai Malala, Ahed juga berangkat dari latar belakang yang sama. Melawan ketidakadilan!
Tak ada satupun kampanye #IamAhed atau #StandUpForAhed menjadi berita utama. Bahkan tak satu pun kelompok feminis dan hak asasi atau tokoh politik mengeluarkan pernyataan mendukungnya atau mengutuk tindakan Israel itu. Tidak ada yang mengumumkan ‘Hari Ahed’.
Di masa lalu, organisasi yang mewakili orang cacat yang telah melakukan pertarungan mengesankan membela dan mendapatkan hak, ternyata tak sepicingpun melirik ketika seorang penyandang cacat di kursi roda ditembak sniper Israel tepat di kepalanya di Jalur Gaza.
Organisasi perempuan yang berjuang keras dan agresif melawan pelecehan seksual tak mengucapkan sepatah katapun melawan penutupan kasus seorang tahanan Palestina yang mengklaim diperkosa Polisi Perbatasan Israel.
Juga anggota Knesset yang terhormat tak memprotes penangkapan politik memalukan rekan mereka, Khalida Jarrar yang penahanannya dilakukan tanpa pengadilan.
Shenila menyebut Ahed, seperti Malala yang mengusung substansial sama melawan ketidakadilan. Ia memprotes perampokan tanah dan air oleh para pemukim yang disponsori Israel.
Bahkan jika dibanding Malala yang ‘kaya’, Ahed jauh lebih banyak dalam hal berkorban. Ia kehilangan paman dan sepupunya selama pendudukan. Orang tua dan saudara laki-lakinya juga ditangkap berkali-kali.
Ibunya pernah ditembak di kaki. Dua tahun yang lalu, sebuah video menunjukkan Ahed menggigit tentara Israel ketika berusaha melindungi adik laki-lakinya yang akan diangkut tentara.
Mengapa Ahed tak mendapat dukungan internasional yang sama seperti Malala? Mengapa reaksi terhadap Ahed berbeda? Ada beberapa alasan untuk kesunyian yang memuakkan ini.
Tamimi dianggap sangat berbahaya karena menunjukkan tentara Israel yang konon tak terkalahkan di Timur Tengah, justru dengan gampang dipermalukan oleh seorang bocah.
Hari Nabka
Selama dua bulan terakhir, puluhan ribu demonstran Palestina berbaris menuju pagar yang melambangkan blokade 11 tahun pada dua juta warga di Jalur Gaza.
Disebut sebagai Great March of Return, protes menuntut Israel agar mengizinkan para pengungsi Palestina dan keturunannya kembali ke wilayah yang sekarang disebut sebagai Israel.
Mereka juga memprotes blokade Jalur Gaza dan pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem
Protes yang digagas oleh aktivis independen dan didukung faksi-faksi besar gerakan perlawanan di Gaza seperti Hamas, berlangsung sejak 30 Maret hingga 15 Mei yang diperingati sebagai Nakba Day.
Di hari pertama protes, sedikitnya tiga puluh ribu warga Palestina berpartisipasi aksi tersebut.
Sebagian besar demonstran mendirikan ratusan tenda beberapa ratus meter dari perbatasan dan menggelar demonstrasi secara damai, sementara beberapa yang lain yang sebagian besar terdiri mulai mendekati perbatasan, membakar ban untuk menciptakan tabir asap, melemparkan batu dan molotov kepada pasukan Israel.
Israel menanggapi protes itu dengan menembakkan gas air mata dan peluru tajam dan menewaskan sedikitnya 110 orang Palestina antara 30 Maret hingga 15 Mei.
Protes mencapai puncaknya pada hari Senin, 14 Mei, ketika 59 warga Palestina tewas di 12 titik kerusuhan di sepanjang pagar perbatasan.
Israel menanggapi gelombang protes itu sebagai ancaman teror, terlepas bahwa mereka sama sekali tak dilengkapi dengan senjata.
Para pejabat Israel menuduh protes digunakan oleh Hamas sebagai kedok untuk meluncurkan serangan baru kepada Israel dan menyiapkan penembak jitu berpeluru tajam di sepanjang pagar perbatasan.
Dalam sebuah tweet yang sudah dihapus, Tentara Israel mengklaim, “Kami tahu di mana setiap peluru mendarat.”
Respon agresif dan mematikan tentara itu dipicu oleh ‘bayangan’ ancaman langsung Menteri Pertahanan Avigdor Liberman kepada orang-orang Gaza sehari sebelum pawai pertama digelar dengan mengatakan, “Siapa pun yang mendekati pagar membahayakan hidup mereka.”(TGU)