Diagnosa “Sakit Gigi” Azis Syamsuddin

Politikus Golkar Azis Syamsuddin (Ist)

Koran Sulindo – Sejak menjadi Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, kerap muncul dalam pemberitaan. Memberi tanggapan atas isu-isu yang terjadi di tengah masyarakat. Kini Azis tidak muncul lagi, gegara politisi Partai Golkar itu terseret dalam kasus suap Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Azis sudah jalan tiga periode menjadi anggota DPR. Periode 2009-2014 dan 2014-2019 dia aktif di Komisi III yang membidangi hukum, HAM dan keamanan. Periode 2019-2024 dia naik kelas menjadi wakil ketua DPR bidang politik dan hukum.

Lantaran terseret kasus Syahrial, Azis dicegah untuk bepergian keluar negeri. Rumah dinas, rumah pribadi dan ruang kerjanya telah digeledah penyidik KPK. Ada dokumen-dokumen yang diduga terkait Syahrial disita dari tiga lokasi tersebut.

Nama Azis muncul dalam kasus ini setelah terungkap bahwa penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, menerima suap dari Syahrial sebesar Rp 1,3 miliar untuk menghentikan perkara korupsi di Tanjungbalai. Rupanya Syahrial dikenalkan Stepanus oleh Azis di rumah dinas pimpinan DPR.

Kasus ini mencuat sejak akhir Maret 2021. Sejak itu pula Azis lenyap ditelan bumi. Tidak memberi penjelasan mengenai kasus tersebut, entah tiarap, entah sakit gigi. Tidak ada penjelasan mengenai ini termasuk dari elite Partai Golkar.

Sudah dua kali paripurna Azis tidak menunjukkan batang hidungnya. Pertama paripurna pembukaan masa sidang pada 6 Mei 2021, selanjutnya paripurna Penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN 2022, 19 Mei 2021. Jelas sudah Azis tengah menghindar dari sorotan publik.

Kasus suap Syahrial tergolong unik. Ia mengetahui sedang ada penyelidikan yang dilakukan KPK dan berupaya mencari pertolongan dengan menemui Azis. Dari Azis, Ketua DPD Golkar Tanjungbalai tersebut bisa berkoordinasi dengan Stepanus.

Celakanya langkah Syahrial terungkap. Dirinya bersama Stepanus dan seorang advokat Maskur Husain ditetapkan sebagai tersangka dalam konferensi pers yang dipimpin langsung Ketua KPK Firli Bahuri.

Dari keterangan pers Firli itu, nama dan peran Azis disebut. Menohok meski statusnya sejauh ini masih saksi. Meski sudah dicegah sejauh ini Azis belum diperiksa, dan belum dipastikan kapan KPK mengagendakan pemeriksaan lagi.

Azis sejatinya sudah dipanggil untuk diperiksa pada awal Mei 2021, namun tidak hadir dengan alasan memiliki agenda lain. Melihat peran Azis, sulit untuk tidak memungkiri dirinya tidak di-BAP.

Menarik untuk dipastikan mengapa Syahrial mendatangi Azis untuk berkonsultasi. Meski satu partai, nampaknya Golkar masih memiliki kader lain dengan reputasi pendekar hukum. KPK harus memastikan pula, apakah Azis memiliki pion-pion yang bisa memengaruhi penanganan perkara korupsi di badan antikorupsi itu.

Mahfud MD sewaktu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tersangka yang dicegah dalam status penyidikan menandakan penyidik telah mengantongi alat bukti yang cukup. Namun saksi yang dicegah di tingkat penyidikan menandakan bahwa penyidik masih mencari alat bukti.

Berangkat dari keterangan Mahfud tersebut, dapat diartikan bukti-bukti KPK untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus suap penyidiknya masih membutuhkan waktu. Singkatnya, posisi Azis dalam kasus tersebut sudah deg-deg syuur.

Etika
Lupakan sejenak kasus hukum Azis. Mari lihat posisinya dalam laporan pelanggaran etika di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. MKD memastikan tiga laporan dugaan pelanggaran etik Azis sudah memenuhi persyaratan sehingga bisa naik ke tahap selanjutnya yaitu memeriksa pelapor.

Bukan kali ini Azis dilaporkan ke MKD terkait kasus etik. Saat heboh Joko Tjandra melenggang keluar masuk Indonesia, eks Ketua KNPI itu juga dilaporkan. Sebabnya, selaku pimpinan DPR yang membidangi politik dan hukum, Azis tidak memberi izin Komisi III untuk segera menggelar rapat dengan instansi terkait membahas kasus Joko Tjandra.

Laporan tersebut tidak berlanjut. Malah meredup begitu saja seiring keberhasilan Polri menjemput Joko Tjandra dari Malaysia untuk menjalani proses hukum di Indonesia. Padahal tindakan Azis menunjukkan bahwa parlemen tidak serius menyikapi kasus Joker yang menghebohkan itu.

Kini Azis menghadapi lima laporan ke MKD. Tiga diantaranya telah dinyatakan firm untuk diproses ke tahap selanjutnya. Namun sejauh ini MKD belum memastikan pula kapan memeriksa pelaku apalagi meminta klarifikasi Azis.

Para pelapor tersebut antara lain Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Lembaga Pengawas dan Pengawal Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Seluruhnya meyakini Azis telah melanggar etik karena melakukan tindakan di luar tupoksinya sebagai pimpinan DPR yang diatur dalam Pasal 86 Ayat (1) UU MD3.

Meski secara awam sebuah tindakan bisa dinyatakan bersalah, dalam politik yang hitam bisa menjadi abu-abu. Penilaian publik kerap kali berbenturan dengan kepentingan politik. Maka kinerja MKD bisa dikatakan menjadi pertaruhan DPR periode sekarang ini untuk memastikan moral dan etik anggota parlemen terjaga.

Jangan mimpi elite politik kita bersikap ksatria seperti politisi Jepang. Ketika boroknya terungkap berani harakiri layaknya samurai sejati. Di Indonesia politisi yang tersandung kasus masih bisa melempar senyum seperti sedang kampanye.

Menarik pula menanti kinerja KPK dalam mengungkap kasus yang membelit anggotanya sendiri. Sebelum muncul kasus suap Stepanus, terdapat kasus pegawai KPK menggelapkan alat bukti emas seberat 1,9 kilogram.

Di tengah kisruh internal yang dialami sekarang ini, KPK patut membuktikan kinerja mereka masih bisa diharapkan publik dalam mengungkap kasus korupsi, khususnya mafia hukum. Badan antikorupsi harus mampu menunjukkan kewibawaannya dalam menindak bandar hukum di Republik.

Jangan terlalu berharap pula Azis berani menampakan diri, bukan hanya melempar senyum tetapi memberi klarifikasi atas kasus ini. Bukan bersembunyi seolah menghindar dari konstituennya yang menanti wakilnya untuk bersikap ksatria.

Mungkin sekarang ini Azis memilih untuk mempraktikan pepatah “diam adalah emas”.  Dalam diam seseorang bisa mendapatkan kebaikan. Semoga diamnya Azis bukan karena sakit gigi. [Erwin CRS]