Dengar dan Libatkan Anak Muda!

Koran Sulindo – Separo atau 50% dari populasi dunia sekarang ini adalah anak-anak muda berusia di bawah 30 tahun. Jumlah ini tertinggi dalam sejarah populasi anak muda sedunia, menurut World Economic Forum Global Shapers Survey. Survei dilakukan di 186 negara.

Sementara itu, di Indonesia, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2013 lampau, jumlah anak muda yang berusia antara 25 tahun dan 29 tahun lebih dari 21 juta jiwa. Itu artinya, jumlahnya 12% dari total jumlah populasi penduduk yang ada di Indonesia, yang diproyeksikan kini berjumlah 265 juta jiwa.

Inilah Generasi Milenial, generasi yang memandang perubahan iklim dan konflik sebagai isu kritis yang harus mereka hadapi. Mereka juga, menurut survei di atas, menganggap start-up ekosistem dan kewirausahaan sebagai faktor paling penting yang berkontribusi pada pemberdayaan anak muda di suatu negara.

Dunia memang sedang berubah dengan sangat cepat, karena perkembangan teknologi informatika yang begitu luar biasa. Di Indonesia, menurut Survei Nasional CSIS “Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial” pada Periode 23-30 Agustus 2017, 54,3% dari mereka membaca berita setiap hari dari media online dan 6,3% membaca berita online satu-dua hari dalam sepekan.

Merekalah yang akan menjadi pelaku, setidaknya terlibat lebih intens, dari apa yang kini sedang populer dengan istilah Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri Keempat. Ciri dari revolusi industri ini adalah terciptanya perpaduan teknologi yang mengaburkan batas-batas antara ruang fisik, digital, dan ruang biologis, yang secara bersama-sama disebut sebagai sistem fisikal-siber (cyber-physical systems).

Kita pun kini menyaksikan bagaimana teknologi robotika mulai menjalankan banyak peran dalam kehidupan keseharian. Juga kecerdasan buatan, nanoteknologi, komputasi kuantum, bioteknologi, Internet of Things, teknologi nirkabel generasi kelima (5G), dan sebagainya.

Sayangnya, seperti terungkap dari survei World Economic Forum itu, 55,9% generasi milenial merasa suara mereka tidak pernah didengarkan, terutama oleh orang-orang yang diberi amanah menjalankan roda kekuasaan. Mereka merasa pandangan mereka tak pernah dipertimbangkan sebelum keputusan penting diambil.

Kalau ditarik jauh ke belakang, sejarah Indonesia sendiri tak bisa dilepaskan dari peran para pemuda. Para pendiri negara ini punya catatan sejarah perjuangan yang panjang, yang dimulai sejak mereka masih belia, masih remaja. Mereka bukan hanya berjuang pada tataran pergerakan intelektualitas dan ideologis, tapi banyak juga bertempur secara fisik di medan perang, untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Indonesia juga pernah punya divisi tentara yang anggotanya adalah para pelajar.

Tak mengherankan  jika Bung Karno kerap mengingatkan dalam berbagai acara, mengenai peran penting pemuda atau anak muda. Kutipan pidatonya di Aceh, di hadapan ribuan pemuda, pada 16 Juni 1948 pun menjadi sangat terkenal sampai sekarang: “Berikan padaku 1.000 orang tua, 10.000 orang tua, 100.000 orang tua, 1 miliun orang tua, aku bisa memindahkan Pulau Weh ke daerah Tanah Jawa. Tetapi, berikan padaku 1.000 pemuda, 10 pemuda, tetapi yang hatinya betul-betul berkobar dengan api kemerdekaan, dengan 10 pemuda itu aku menggemparkan seluruh dunia.” [Purwadi Sadim]