(foto: aachkpk.go.id)

Suluh Indonesia – Dari hasil pemetaan atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi delapan sektor yang rentan dikorupsi, termasuk jual-beli jabatan.

Puluhan pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Probolinggo melakukan aksi cukur gundul. Inilah bentuk apresiasi mereka atas keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas dugaan kasus rasuah di Kabupaten Probolinggo.

Mereka berkeyakinan bahwa praktik korupsi tak patut dilakukan oleh pejabat pemerintahan, termasuk Bupati. Serta berharap KPK mengusut tuntas praktek korupsi sampai ke akar-akarnya.

KPK menangkap Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, dini hari di akhir Agustus 2021. Dia bersama Hasan Aminuddin, suaminya yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan KPK.

Selain mereka, delapan pejabat di tingkat kecamatan turut pula dicokok lembaga antirasuah tersebut. Mereka diduga melakukan jual-beli jabatan kepada Sekretaris Desa (Sekdes) untuk menjabat Kepala Desa dengan mahar Rp 30 juta.

Kasus Puput bukan satu-satunya. KPK mencatat, terdapat tujuh kasus jual-beli jabatan yang dilakukan kepala daerah sejak 2016-2021. Mereka kepala daerah di Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo.

Jual-beli jabatan hanya satu sektor yang paling rawan korupsi. Dari hasil pemetaan atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, termasuk jual-beli jabatan yang menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.

Selanjutnya, korupsi terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa. Juga korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat.

Selain itu, tak sedikit terjadi korupsi di sektor perizinan, mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan. Kasus-kasus korupsi terkait hal-hal di atas di lingkungan pemerintah daerah terus berulang.

Maka, tak bosan-bosannya kita mengingatkan para kepala daerah hendaknya menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi dan promosi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintahan.

Pihak KPK sendiri telah mendorong pelaksanaan aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP). Ada delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi ini, yang bila dijalankan akan membantu manajemen pemerintahan terhindar dari korupsi.

Kedelapan area intervensi tersebut terdiri dari Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

Dalam aplikasi MCP terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi. Ini meliputi: ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau Surat Kepala Kepala Daerah; sistem informasi; kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi; tata kelola SDM; serta pengendalian dan pengawasan.

Selain itu, untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong implementasi manajemen ASN berbasis merit system dan mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas.

Namun, keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan. Ini termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan sebagai lahan korupsi. [AT]

Baca juga