Data Ekspor Minerba Indonesia Janggal, Berpotensi Rugikan Negara

Ilustrasi

Koran Sulindo – Data ekspor mineral dan batu bara pemerintah disebut ganjil sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara yang cukup besar. Karena itu, pemerintah disebut harus segera memperbaiki koordinasi di internal agar perbedaan data tersebut bisa diselesaikan.

Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil mengatakan, pihaknya merasa adanya keanehan data ekspor mineral dan batu bara k 4 negara yaitu India, Korea Selatan, Jepang dan Tiongkok. Data yang dimiliki keempat negara itu berbeda dengan data yang dimiliki pemerintah Indonesia.

“Semisal, untuk ekspor mineral dan batu bara Indonesia ke India,” tutur Rizal seperti dikutip CNN Indonesia pada Senin (1/4).

Dikatakan Rizal, untuk periode 2017-2018 total ekspor mineral dan batu bara Indonesia ke India mencapai 174,6 juta ton. Sementara data jumlah impor dari India untuk barang yang sama pada periode yang sama justru mencapai 197,3 juta ton.

Dari data itu, tampak ada selisih tonase ekspor mineral dan batu bara yang dicatatkan pemerintah Indonesia sekitar 22,7 juta ton. Sementara untuk Korea Selatan pada periode 2017-2018, eskpor mineral dan batu bara Indonesia mencapai 62,1 juta ton.

Akan tetapi, catatan impor Korea Selatan mencapai 78,7 juta ton atau ada selisih 16,6 juta ton lebih tinggi dari catatan Indonesia. Untuk Jepang, data ekspor mineral dan batu bara mencapai 53,1 juta ton. Sementara dari sisi Jepang, impor mineral dan batu bara dari Indonesia tercatat 60,9 juta ton atau 7,8 juta ton lebih tinggi.

Sedangkan Tiongkok, data ekspor mineral dan batu bara Indonesia tercatat mencapai 80,8 juta ton. Sementara dari sisi Tiongkok, impor mineral dan batu bara tercatat hanya mencapai 72,9 juta ton atau lebih kecil 7,9 juta ton dibanding data Indonesia.

Fakta itu, kata Rizal, menunjukkan adanya perbedaan data ekspor mineral dan batu bara yang terbesar ke India. Ada kelebihan 22 juta ton. Koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bea Cukai dan Kementerian ESDM menjadi keharusan karena menyangkut penerimaan negara yang cukup besar.

Soal data yang berbeda ini, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengakuinya. Pihaknya pun disebut sedang bekerja sama dengan BPS, Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan untuk membuat satu indikator data ekspor serta impor itu. [KRG]