Koran Sulindo – Setelah kematian buruh migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur Adelina Sau di Malaysia menjadi sorotan publik, pada akhir bulan Februari lalu, kasus yang sama terhadap pada Darsono. Buruh migran yang bekerja di Korea Selatan itu meninggal karena kecelakaan kerja.
Darsono merupakan pelaut asal Indramayu, Jawa Barat. Ia bekerja di kapal penangkap ikan. Menurut Muhammad Sifak Afandi dari Lazis NU Korea Selatan, bekerja di Korea Selatan untuk semua sektor memiliki memiliki beban yang lebih tinggi ketimbang di Indonesia. Akan tetapi, karena pelaksanaan hukumnya lebih baik, menjadi daya tarik tersendiri bagi buruh migran.
Korea disebut ramah bagi buruh migran jika dibandingkan dengan Malaysia. Terlebih tingkat disiplin orang Korea yang pekerja keras membuat para buruh migran juga ikut terpicu bekerja demikian. Dan hasil kerja keras buruh migran itu dibayar dan dijamin sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika majikan macam-macam, sanksi hukum menantinya.
Berdasarkan keterangan resmi perwakilan pemerintah Indonesia di negeri itu seperti yang dilaporkan VOA Indonesia, polisi Korea Selatan menemukan kapal nelayan ukuran kecil dalam posisi terbalik di perairan Provinsi Jeollanam sekitar 3,3 mil dari pantai pada 28 Februari lalu. Dalam peristiwa itu, polisi menyatakan tujuh orang menjadi korban karena tenggelam bersama kapalnya. Salah satunya adalah Darsono, warga negara Indonesia.
Keduataan Besar RI menerima pemberitahuan resmi itu sehari setelah kejadian. Selanjutnya, 1 Maret 2018, mayat Darsono dibawa ke rumah sakit terdekat. Perwakilan pemerintah lantas menugaskan seorang stafnya untuk mengurus pemulangan mayat Darsono ke Indonesia. Sebelum itu, keluarga korban telah diberitahukan tentang kejadian yang menimpa Darsono.
Soal tingginya beban kerja di Korea Selatan itu diakui Defri Yona, dosen Universitas Brawijaya Malang yang pernah menempuh pendidikan di negeri itu. Beban kerja yang tinggi itu tidak hanya di sektor perikanan, melainkan di sektor pekerjaan lainnya. Dan tentu saja beban tinggi itu memberatkan bagi buruh migran asal Indonesia.
Catatan Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) Korea Selatan jumlah buruh migran Indonesia yang bekerja di sektor perikanan mencapai sekitar 11 ribu orang. Sekitar enam ribu orang berangkat lewat jalur Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan sisanya lewat Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
Selama tahun lalu, jumlah buruh migran Indonesia yang menjadi korban di sektor perikanan mencapai 15 orang. Sesuai dengan kajian SPPI, beban kerja yang tinggi merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja di sektor perikanan. Diakui oleh SPPI rata-rata buruh migran yang meninggal karena minimnya keselamatan kerja.
Untuk tahun ini, Darsono merupakan korban pertama pada 2018. Karena itu, sebelum berangkat ke Korea Selatan, penting untuk meningkatkan kapasitas buruh migran terutama dalam hal keamanan kerja. Secara teknis peralatan keselamatan kerja di Korea Selatan cukup bagus. Namun, tanpa pengetahuan yang cukup akan sulit menggunakannya. [KRG]