Sabtu, 12 Juli 2025, bangsa Indonesia memperingati Hari Koperasi Nasional yang ke-78. Meski bukan merupakan hari libur nasional, momen ini memiliki arti penting dalam sejarah pembangunan ekonomi nasional.
Dengan tema “Koperasi Maju, Indonesia Adil Makmur,” peringatan tahun ini mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali meneguhkan peran koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat dan penggerak keadilan sosial di tanah air.
Awal Mula Hari Koperasi
Penetapan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Nasional merujuk pada peristiwa bersejarah Kongres Koperasi Indonesia Pertama yang berlangsung di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 12 Juli 1947. Kongres tersebut melahirkan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) serta menetapkan tanggal tersebut sebagai hari peringatan nasional koperasi.
Enam tahun kemudian, Kongres Koperasi Kedua yang digelar di Bandung pada 15–17 Juli 1953 semakin memperkuat posisi koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Dalam forum inilah, Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta, secara resmi dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Hatta dikenal sebagai sosok yang secara konsisten memperjuangkan ekonomi kerakyatan dan koperasi sebagai instrumen pemerataan ekonomi.
Jejak Sejarah Koperasi di Indonesia
Akar koperasi di Indonesia telah tumbuh sejak akhir abad ke-19. Pada tahun 1896, R. Aria Wiria Atmaja, seorang Patih di Purwokerto, memprakarsai pembentukan lembaga keuangan untuk membantu para pegawai negeri agar tidak terjerat rentenir.
Ia mengadopsi sistem koperasi kredit dari Jerman, dan gagasan ini mendapat dukungan dari De Wolffvan Westerrode, asisten residen Belanda yang melihat potensi koperasi dalam memperkuat ekonomi masyarakat.
Di era pergerakan nasional, koperasi menjadi bagian penting dalam perjuangan ekonomi rakyat. Organisasi-organisasi seperti Boedi Oetomo (1908), Serikat Dagang Islam (1927), hingga Partai Nasional Indonesia (1929), mengedepankan koperasi sebagai bentuk perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi kolonial. Namun pada masa pendudukan Jepang, koperasi kerap disalahgunakan untuk kepentingan militer dan bukan kepentingan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, koperasi mendapat posisi strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Penerapan asas gotong royong sebagai prinsip dasar koperasi Indonesia diperkuat oleh sejumlah regulasi dan undang-undang, menjadikan koperasi sebagai instrumen penting dalam menciptakan kesejahteraan sosial.
Program Koperasi Desa Merah Putih: Langkah Strategis di Era Prabowo
Memasuki era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, semangat koperasi kembali dihidupkan melalui program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Program ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, dengan target ambisius membentuk 80.000 koperasi desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.
Tujuan utama dari program ini meliputi:
Meningkatkan kemandirian ekonomi desa melalui pengelolaan usaha berbasis komunitas lokal.
Memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mendukung produksi dan distribusi pangan berbasis desa.
Mendorong pemerataan ekonomi dan swasembada, sebagai bagian dari visi besar Indonesia Emas 2045.
Mengimplementasikan ekonomi gotong royong sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Peluncuran program ini direncanakan bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional 12 Juli 2025, sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah sekaligus penanda era baru koperasi yang relevan dengan tantangan zaman.
Hari Koperasi ke-78 bukan sekadar momentum seremonial, melainkan panggilan untuk terus memperkuat fondasi ekonomi kerakyatan di tengah kompleksitas globalisasi dan ketimpangan ekonomi.
Dengan sejarah panjang dan rekam jejak keberhasilan, koperasi terbukti mampu menjadi instrumen efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di akar rumput.
Kini, melalui Program Koperasi Desa Merah Putih, semangat gotong royong yang menjadi roh koperasi kembali digelorakan. Apa yang dulu dirintis oleh Aria Wiria Atmaja dan diperjuangkan oleh Mohammad Hatta, kini dihidupkan kembali dalam bingkai pembangunan desa dan penguatan ekonomi lokal. [UN]


